Pages

Culture News

Blogger news

Recent Pics

Sidebar Ads

Catch on Facebook

Ika, Gadis Bandung yang Genit dan Seksi


Ika, Gadis Bandung yang Genit dan Seksi


Cerita ini bermula waktu umurku masih 23 tahun. Aku duduk di tingkat akhir suatu perguruan tinggi teknik di kota Bandung. Wajahku ganteng. Badanku tinggi dan tegap, mungkin karena aku selalu berolahraga seminggu tiga kali. Teman-*temanku bilang, kalau aku bermobil pasti banyak cewek cantik sexy yang dengan sukahati menempel padaku. Aku sendiri sudah punya pacar. Kami pacaran secara serius. Baik orang tuaku maupun orang tuanya sudah setuju kami nanti menikah.

Tempat kos-ku dan tempat kos-nya hanya berjarak sekitar 700 m. Aku sendiri sudah dipegangi kunci kamar kosnya. Walaupun demikian bukan berarti aku sudah berpacaran tanpa batas dengannya. Dalam masalah pacaran, kami sudah saling cium-ciuman, gumul-gumulan, dan remas-remasan. Namun semua itu kami lakukan dengan masih berpakaian. Toh walaupun hanya begitu, kalau “voltase’-ku sudah amat tinggi, aku dapat ‘muntah” juga. Dia adalah seorang yang menjaga keperawanan sampai dengan menikah, karena itu dia tidak mau berhubungan sex sebelum menikah. Aku menghargai prinsipnya tersebut. Karena aku belum pernah pacaran sebelumnya, maka sampai saat itu aku belum pernah merasakan memek perempuan.

Pacarku seorang anak bungsu. Kecuali kolokan, dia juga seorang penakut, sehingga sampai jam 10 malam minta ditemani. Sehabis mandi sore, aku pergi ke kosnya. Sampai dia berangkat tidur. aku belajar atau menulis tugas akhir dan dia belajar atau mengerjakan tugas-tugas kuliahnya di ruang tamu. Kamar kos-nya sendiri berukuran cukup besar, yakni 3mX6m. Kamar sebesar itu disekat dengan triplex menjadi ruang tamu dengan ukuran 3mX2.5m dan ruang tidur dengan ukuran 3mX3.5m. Lobang pintu di antara kedua ruang itu hanya ditutup dengan kain korden.

lbu kost-nya mempunyai empat anak, semua perempuan. Semua manis-manis sebagaimana kebanyakan perempuan Sunda. Anak yang pertama sudah menikah, anak yang kedua duduk di kelas 3 SMA, anak ketiga kelas I SMA, dan anak bungsu masih di SMP. Menurut desas-desus yang sampai di telingaku, menikahnya anak pertama adalah karena hamil duluan. Kemudian anak yang kedua pun sudah mempunyai prestasi. Nama panggilannya Ika. Dia dikabarkan sudah pernah hamil dengan pacarya, namun digugurkan. Menurut penilaianku, Ika seorang playgirl. Walaupun sudah punya pacar, pacarnya kuliah di suatu politeknik, namun dia suka mejeng dan menggoda laki-laki lain yang kelihatan keren. Kalau aku datang ke kos pacarku, dia pun suka mejeng dan bersikap genit dalam menyapaku.

lka memang mojang Sunda yang amat aduhai. Usianya akan 18 tahun. Tingginya 160 cm. Kulitnya berwarna kuning langsat dan kelihatan licin. Badannya kenyal dan berisi. Pinggangnya ramping. Buah dadanya padat dan besar membusung. Pinggulnya besar, kecuali melebar dengan indahnya juga pantatnya membusung dengan montoknya. Untuk gadis seusia dia, mungkin payudara dan pinggul yang sudah terbentuk sedemikian indahnya karena terbiasa dinaiki dan digumuli oleh pacarnya. Paha dan betisnya bagus dan mulus. Lehernya jenjang. Matanya bagus. Hidungnya mungil dan sedikit mancung. Bibirnya mempunyai garis yang sexy dan sensual, sehingga kalau memakai lipstik tidak perlu membuat garis baru, tinggal mengikuti batas bibir yang sudah ada. Rambutnya lebat yang dipotong bob dengan indahnya.

Sore itu sehabis mandi aku ke kos pacarku seperti biasanya. Di teras rumah tampak Ika sedang mengobrol dengan dua orang adiknya. Ika mengenakan baju atas ‘you can see’ dan rok span yang pendek dan ketat sehingga lengan, paha dan betisnya yang mulus itu dipertontonkan dengan jelasnya.

“Mas Bob, ngapel ke Mbak Dina? Wah… sedang nggak ada tuh. Tadi pergi sama dua temannya. Katanya mau bikin tugas,” sapa Ika dengan centilnya.

“He… masa?” balasku.

“Iya… Sudah, ngapelin Ika sajalah Mas Bob,” kata Ika dengan senyum menggoda. Edan! Cewek Sunda satu ini benar-benar menggoda hasrat. Kalau mau mengajak beneran aku tidak menolak nih, he-he-he…

“Ah, neng Ika macam-macam saja…,” tanggapanku sok menjaga wibawa. “Kak Dai belum datang?”

Pacar Ika namanya Daniel, namun Ika memanggilnya Kak Dai. Mungkin Dai adalah panggilan akrab atau panggilan masa kecil si Daniel. Daniel berasal dan Bogor. Dia ngapeli anak yang masih SMA macam minum obat saja. Dan pulang kuliah sampai malam hari. Lebih hebat dan aku, dan selama ngapel waktu dia habiskan untuk ngobrol. Atau kalau setelah waktu isya, dia masuk ke kamar Ika. Kapan dia punya kesempatan belajar?

“Wah… dua bulan ini saya menjadi singgel lagi. Kak Dai lagi kerja praktek di Riau. Makanya carikan teman Mas Bob buat menemani Ika dong, biar Ika tidak kesepian… Tapi yang keren lho,” kata Ika dengan suara yang amat manja. Edan si playgirl Sunda mi. Dia bukan tipe orang yang ngomong begitu bukan sekedar bercanda, namun tipe orang yang suka nyerempet-nyerempet hat yang berbahaya.

“Neng Ika ini… Nanti Kak Dainya ngamuk dong.”

“Kak Dai kan tidak akan tahu…”

Aku kembali memaki dalam hati. Perempuan Sunda macam Ika ini memang enak ditiduri. Enak digenjot dan dinikmati kekenyalan bagian-bagian tubuhnya.

Aku mengeluarkan kunci dan membuka pintu kamar kos Dina. Di atas meja pendek di ruang tamu ada sehelai memo dari Dina. Sambil membuka jendela ruang depan dan ruang tidur, kubaca isi memo tadi. ‘Mas Bobby, gue ngerjain tugas kelompok bersama Niken dan Wiwin. Tugasnya banyak, jadi gue malam ini tidak pulang. Gue tidur di rumah Wiwin. Di kulkas ada jeruk, ambil saja. Soen sayang, Dina’

Aku mengambil bukuku yang sehari-harinya kutinggal di tempat kos Di. Sambil menyetel radio dengan suara perlahan, aku mulai membaca buku itu. Biarlah aku belajar di situ sampai jam sepuluh malam.

Sedang asyik belajar, sekitar jam setengah sembilan malam pintu diketok dan luar. Tok-tok-tok…

Kusingkapkan korden jendela ruang tamu yang telah kututup pada jam delapan malam tadi, sesuai dengan kebiasaan pacarku. Sepertinya Ika yang berdiri di depan pintu.

“Mbak Di… Mbak Dina…,” terdengar suara Ika memanggil-manggil dan luar. Aku membuka pintu.

“Mbak Dina sudah pulang?” tanya Ika.

“Belum. Hari ini Dina tidak pulang. Tidur di rumah temannya karena banyak tugas. Ada apa?”

“Mau pinjam kalkulator, mas Bob. Sebentar saja. Buat bikin pe-er.”

“Ng… bolehlah. Pakai kalkulatorku saja, asal cepat kembali.”

“Beres deh mas Bob. Ika berjanji,” kata Ika dengan genit. Bibirnya tersenyum manis, dan pandang matanya menggoda menggemaskan.

Kuberikan kalkulatorku pada Ika. Ketika berbalik, kutatap tajam-tajam tubuhnya yang aduhai. Pinggulnya yang melebar dan montok itu menggial ke kiri-kanan, seolah menantang diriku untuk meremas*-remasnya. Sialan! Kontholku jadi berdiri. Si ‘boy-ku ini responsif sekali kalau ada cewek cakep yang enak digenjot.

Sepeninggal Ika, sesaat aku tidak dapat berkonsentrasi. Namun kemudian kuusir pikiran yang tidak-tidak itu. Kuteruskan kembali membaca textbook yang menunjang penulisan tugas sarjana itu.

Tok-tok-tok! Baru sekitar limabelas menit pintu kembali diketok.

“Mas Bob… Mas Bob…,” terdengar Ika memanggil lirih.

Pintu kubuka. Mendadak kontholku mengeras lagi. Di depan pintu berdiri Ika dengan senyum genitnya. Bajunya bukan atasan ‘you can see’ yang dipakai sebelumnya. Dia menggunakan baju yang hanya setinggi separuh dada dengan ikatan tali ke pundaknya. Baju tersebut berwarna kuning muda dan berbahan mengkilat. Dadanya tampak membusung dengan gagahnya, yang ujungnya menonjol dengan tajam dan batik bajunya. Sepertinya dia tidak memakai BH. Juga, bau harum sekarang terpancar dan tubuhnya. Tadi, bau parfum harum semacam ini tidak tercium sama sekali, berarti datang yang kali ini si Ika menyempatkan diri memakai parfum. Kali ini bibirnya pun dipolesi lipstik pink.

“Ini kalkulatornya, Mas Bob,” kata Ika manja, membuyarkan keterpanaanku.

“Sudah selesai. Neng Ika?” tanyaku basa-basi.

“Sudah Mas Bob, namun boleh Ika minta diajari Matematika?”

“0, boleh saja kalau sekiranya bisa.”

Tanpa kupersilakan Ika menyelonong masuk dan membuka buku matematika di atas meja tamu yang rendah. Ruang tamu kamar kos pacarku itu tanpa kursi. Hanya digelari karpet tebal dan sebuah meja pendek dengan di salah satu sisinya terpasang rak buku. Aku pun duduk di hadapannya, sementara pintu masuk tertutup dengan sendirinya dengan perlahan. Memang pintu kamar kos pacarku kalau mau disengaja terbuka harus diganjal potongan kayu kecil.

“Ini mas Bob, Ika ada soal tentang bunga majemuk yang tidak tahu cara penyelesaiannya.” Ika mencari-cari halaman buku yang akan ditanyakannya.

Menunggu halaman itu ditemukan, mataku mencari kesempatan melihat ke dadanya. Amboi! Benar, Ika tidak memakai bra. Dalam posisi agak menunduk, kedua gundukan payudaranya kelihatan sangat jelas. Sungguh padat, mulus, dan indah. Kontholku terasa mengeras dan sedikit berdenyut-denyut.

Halaman yang dicari ketemu. Ika dengan centilnya membaca soal tersebut. Soalnya cukup mudah. Aku menerangkan sedikit dan memberitahu rumusnya, kemudian Ika menghitungnya. Sambil menunggu Ika menghitung, mataku mencuri pandang ke buah dada Ika. Uhhh… ranum dan segarnya.

“Kok sepi? Mamah, Ema, dan Nur sudah tidur?” tanyaku sambil menelan ludah. Kalau bapaknya tidak aku tanyakan karena dia bekerja di Cirebon yang pulangnya setiap akhir pekan.

“Sudah. Mamah sudah tidur jam setengah delapan tadi. Kemudian Erna dan Nur berangkat tidur waktu Ika bermain-main kalkulator tadi,” jawab Ika dengan tatapan mata yang menggoda.

Hasratku mulai naik. Kenapa tidak kusetubuhi saja si Ika. Mumpung sepi. Orang-orang di rumahnya sudah tidur. Kamar kos sebelah sudah sepi dan sudah mati lampunya. Berarti penghuninya juga sudah tidur. Kalau kupaksa dia meladeni hasratku, tenaganya tidak akan berarti dalam melawanku. Tetapi mengapa dia akan melawanku? jangan-jangan dia ke sini justru ingin bersetubuh denganku. Soal tanya Matematika, itu hanya sebagai atasan saja. Bukankah dia menyempatkan ganti baju, dari atasan you can see ke atasan yang memamerkan separuh payudaranya? Bukankah dia datang lagi dengan menyempatkan tidak memakai bra? Bukankah dia datang lagi dengan menyempatkan memakai parfum dan lipstik? Apa lagi artinya kalau tidak menyodorkan din?

Tiba-tiba Ika bangkit dan duduk di sebelah kananku.

“Mas Bob… ini benar nggak?” tanya Ika.

Ada kekeliruan di tengah jalan saat Ika menghitung. Antara konsentrasi dan menahan nafsu yang tengah berkecamuk, aku mengambil pensil dan menjelaskan kekeliruannya. Tiba-tiba Ika lebih mendekat ke arahku, seolah mau memperhatikan hal yang kujelaskan dan jarak yang lebih dekat. Akibatnya… gumpalan daging yang membusung di dadanya itu menekan lengan tangan kananku. Terasa hangat dan lunak, namun ketika dia lebih menekanku terasa lebih kenyal.

Dengan sengaja lenganku kutekankan ke payudaranya.

“Ih… Mas Bob nakal deh tangannya,” katanya sambil merengut manja. Dia pura-pura menjauh.

“Lho, yang salah kan Neng Ika duluan. Buah dadanya menyodok-nyodok lenganku,” jawabku.

lka cemberut. Dia mengambil buku dan kembali duduk di hadapanku. Dia terlihat kembali membetulkan yang kesalahan, namun menurut perasaanku itu hanya berpura-pura saja. Aku merasa semakin ditantang. Kenapa aku tidak berani? Memangnya aku impoten? Dia sudah berani datang ke sini malam-malam sendirian. Dia menyempatkan pakai parfum. Dia sengaja memakai baju atasan yang memamerkan gundukan payudara. Dia sengaja tidak pakai bra. Artinya, dia sudah mempersilakan diriku untuk menikmati kemolekan tubuhnya. Tinggal aku yang jadi penentunya, mau menyia-siakan kesempatan yang dia berikan atau memanfaatkannya. Kalau aku menyia-siakan berarti aku band!

Aku pun bangkit. Aku berdiri di atas lutut dan mendekatinya dari belakang. Aku pura-pura mengawasi dia dalam mengerjakan soal. Padahal mataku mengawasi tubuhnya dari belakang. Kulit punggung dan lengannya benar-benar mulus, tanpa goresan sedikitpun. Karena padat tubuhnya, kulit yang kuning langsat itu tampak licin mengkilap walaupun ditumbuhi oleh bulu-bulu rambut yang halus.

Kemudian aku menempelkan kontholku yang menegang ke punggungnya. Ika sedikit terkejut ketika merasa ada yang menempel punggungnya.

“Ih… Mas Bob jangan begitu dong…,” kata Ika manja.

“Sudah… udah-udah… Aku sekedar mengawasi pekerjaan Neng Ika,” jawabku.

lka cemberut. Namun dengan cemberut begitu, bibir yang sensual itu malah tampak menggemaskan. Sungguh sedap sekali bila dikulum-kulum dan dilumat-lumat. Ika berpura-pura meneruskan pekerjaannya. Aku semakin berani. Kontholku kutekankan ke punggungnya yang kenyal. Ika menggelinjang. Tidak tahan lagi. tubuh Ika kurengkuh dan kurebahkan di atas karpet. Bibirnya kulumat-lumat, sementara kulit punggungnya kuremas-remas. Bibir Ika mengadakan perlawanan, mengimbangi kuluman-*kuluman bibirku yang diselingi dengan permainan lidahnya. Terlihat bahkan dalam masalah ciuman Ika yang masih kelas tiga SMA sudah sangat mahir. Bahkan mengalahkan kemahiranku.

Beberapa saat kemudian ciumanku berpindah ke lehernya yang jenjang. Bau harum terpancar dan kulitnya. Sambil kusedot-sedot kulit lehernya dengan hidungku, tanganku berpindah ke buah dadanya. Buah dada yang tidak dilindungi bra itu terasa kenyal dalam remasan tanganku. Kadang-kadang dan batik kain licin baju atasannya, putingnya kutekan-tekan dan kupelintir-pelintir dengan jari-jari tanganku. Puting itu terasa mengeras.

“Mas Bob Mas Bob buka baju saja Mas Bob…,” rintih Ika. Tanpa menunggu persetujuanku, jari-jari tangannya membuka Ikat pinggang dan ritsleteng celanaku. Aku mengimbangi, tall baju atasannya kulepas dan baju tersebut kubebaskan dan tubuhnya. Aku terpana melihat kemulusan tubuh atasnya tanpa penutup sehelai kain pun. Buah dadanya yang padat membusung dengan indahnya. Ditimpa sinar lampu neon ruang tamu, payudaranya kelihatan amat mulus dan licin. Putingnya berdiri tegak di ujung gumpalan payudara. Putingnya berwarna pink kecoklat-coklatan, sementara puncak bukit payudara di sekitarnya berwarna coklat tua dan sedikit menggembung dibanding dengan permukaan kulit payudaranya.

Celana panjang yang sudah dibuka oleh Ika kulepas dengan segera. Menyusul. kemeja dan kaos singlet kulepas dan tubuhku. Kini aku cuma tertutup oleh celana dalamku, sementara Ika tertutup oleh rok span ketat yang mempertontonkan bentuk pinggangnya yang ramping dan bentuk pinggulnya yang melebar dengan bagusnya. Ika pun melepaskan rok spannya itu, sehingga pinggul yang indah itu kini hanya terbungkus celana dalam minim yang tipis dan berwarna pink. Di daerah bawah perutnya, celana dalam itu tidak mampu menyembunyikan warna hitam dari jembut lebat Ika yang terbungkus di dalamnya. Juga, beberapa helai jembut Ika tampak keluar dan lobang celana dalamnya.

lka memandangi dadaku yang bidang. Kemudian dia memandang ke arah kontholku yang besar dan panjang, yang menonjol dari balik celana dalamku. Pandangan matanya memancarkan nafsu yang sudah menggelegak. Perlahan aku mendekatkan badanku ke badannya yang sudah terbaring pasrah. Kupeluk tubuhnya sambil mengulum kembali bibirnya yang hangat. Ika pun mengimbanginya. Dia memeluk leherku sambil membalas kuluman di bibirnya. Payudaranya pun menekan dadaku. Payudara itu terasa kenyal dan lembut. Putingnya yang mengeras terasa benar menekan dadaku. Aku dan Ika saling mengulum bibir, saling menekankan dada, dan saling meremas kulit punggung dengan penuh nafsu.

Ciumanku berpindah ke leher Ika. Leher mulus yang memancarkan keharuman parfum yang segar itu kugumuli dengan bibir dan hidungku. Ika mendongakkan dagunya agar aku dapat menciumi segenap pori-pori kulit lehernya.

“Ahhh… Mas Bob… Ika sudah menginginkannya dari kemarin… Gelutilah tubuh Ika… puasin Ika ya Mas Bob…,” bisik Ika terpatah-patah.

Aku menyambutnya dengan penuh antusias. Kini wajahku bergerak ke arah payudaranya. Payudaranya begitu menggembung dan padat. namun berkulit lembut. Bau keharuman yang segar terpancar dan pori-porinya. Agaknya Ika tadi sengaja memakai parfum di sekujur payudaranya sebelum datang ke sini. Aku menghirup kuat-kuat lembah di antara kedua bukit payudaranya itu. Kemudian wajahku kugesek-gesekkan di kedua bukit payudara itu secara bergantian, sambil hidungku terus menghirup keharuman yang terpancar dan kulit payudara. Puncak bukit payudara kanannya pun kulahap dalam mulutku. Kusedot kuat-kuat payudara itu sehingga daging yang masuk ke dalam mulutku menjadi sebesar-besarnya. Ika menggelinjang.

“Mas Bob… ngilu… ngilu…,” rintih Ika.

Gelinjang dan rintihan Ika itu semakin membangkitkan hasratku. Kuremas bukit payudara sebelah kirinya dengan gemasnya, sementara puting payudara kanannya kumainkan dengan ujung lidahku. Puting itu kadang kugencet dengan tekanan ujung lidah dengan gigi. Kemudian secara mendadak kusedot kembali payudara kanan itu kuat-kuat. sementara jari tanganku menekan dan memelintir puting payudara kirinya. Ika semakin menggelinjang-gelinjang seperti ikan belut yang memburu makanan sambil mulutnya mendesah-desah.

“Aduh mas Booob… ssshh… ssshhh… ngilu mas Booob… ssshhh… geli… geli…,” cuma kata-kata itu yang berulang-ulang keluar dan mulutnya yang merangsang.

Aku tidak puas dengan hanya menggeluti payudara kanannya. Kini mulutku berganti menggeluti payudara kiri. sementara tanganku meremas-remas payudara kanannya kuat-kuat. Kalau payudara kirinya kusedot kuat-kuat. tanganku memijit-mijit dan memelintir-pelintir puting payudara kanannya. Sedang bila gigi dan ujung lidahku menekan-nekan puting payudara kiri, tanganku meremas sebesar-besarnya payudara kanannya dengan sekuat-kuatnya.

“Mas Booob… kamu nakal…. ssshhh… ssshhh… ngilu mas Booob… geli…” Ika tidak henti-hentinya menggelinjang dan mendesah manja.

Setelah puas dengan payudara, aku meneruskan permainan lidah ke arah perut Ika yang rata dan berkulit amat mulus itu. Mulutku berhenti di daerah pusarnya. Aku pun berkonsentrasi mengecupi bagian pusarnya. Sementara kedua telapak tanganku menyusup ke belakang dan meremas-remas pantatnya yang melebar dan menggembung padat. Kedua tanganku menyelip ke dalam celana yang melindungi pantatnya itu. Perlahan*-lahan celana dalamnya kupelorotkan ke bawah. Ika sedikit mengangkat pantatnya untuk memberi kemudahan celana dalamnya lepas. Dan dengan sekali sentakan kakinya, celana dalamnya sudah terlempar ke bawah.

Saat berikutnya, terhamparlah pemandangan yang luar biasa merangsangnya. Jembut Ika sungguh lebat dan subur sekali. Jembut itu mengitari bibir memek yang berwarna coklat tua. Sambil kembali menciumi kulit perut di sekitar pusarnya, tanganku mengelus-elus pahanya yang berkulit licin dan mulus. Elusanku pun ke arah dalam dan merangkak naik. Sampailah jari-jari tanganku di tepi kiri-kanan bibir luar memeknya. Tanganku pun mengelus-elus memeknya dengan dua jariku bergerak dan bawah ke atas. Dengan mata terpejam, Ika berinisiatif meremas-remas payudaranya sendiri. Tampak jelas kalau Ika sangat menikmati permainan ini.

Perlahan kusibak bibir memek Ika dengan ibu jari dan telunjukku mengarah ke atas sampai kelentitnya menongol keluar. Wajahku bergerak ke memeknya, sementara tanganku kembali memegangi payudaranya. Kujilati kelentit Ika perlahan-lahan dengan jilatan-jilatan pendek dan terputus-putus sambil satu tanganku mempermainkan puting payudaranya.

“Au Mas Bob… shhhhh… betul… betul di situ mas Bob… di situ… enak mas… shhhh…,” Ika mendesah-desah sambil matanya merem-melek. Bulu alisnya yang tebal dan indah bergerak ke atas-bawah mengimbangi gerakan merem-meleknya mata. Keningnya pun berkerut pertanda dia sedang mengalami kenikmatan yang semakin meninggi.

Aku meneruskan permainan lidah dengan melakukan jilatan-jilatan panjang dan lubang anus sampai ke kelentitnya.

Karena gerakan ujung hidungku pun secara berkala menyentuh memek Ika. Terasa benar bahkan dinding vaginanya mulai basah. Bahkan sebagian cairan vaginanya mulai mengalir hingga mencapai lubang anusnya. Sesekali pinggulnya bergetar. Di saat bergetar itu pinggulnya yang padat dan amat mulus kuremas kuat-kuat sambil ujung hidungku kutusukkan ke lobang memeknya.

“Mas Booob… enak sekali mas Bob…,” Ika mengerang dengan kerasnya. Aku segera memfokuskan jilatan-jilatan lidah serta tusukan-tusukan ujung hidung di vaginanya. Semakin lama vagina itu semakin basah saja. Dua jari tanganku lalu kumasukkan ke lobang memeknya. Setelah masuk hampir semuanya, jari kubengkokkan ke arah atas dengan tekanan yang cukup terasa agar kena ‘G-spot’-nya. Dan berhasil!

“Auwww… mas Bob…!” jerit Ika sambil menyentakkan pantat ke atas. sampai-sampai jari tangan yang sudah terbenam di dalam memek terlepas. Perut bawahnya yang ditumbuhi bulu-bulu jembut hitam yang lebat itu pun menghantam ke wajahku. Bau harum dan bau khas cairan vaginanya merasuk ke sel-sel syaraf penciumanku.

Aku segera memasukkan kembali dua jariku ke dalam vagina Ika dan melakukan gerakan yang sama. Kali ini aku mengimbangi gerakan jariku dengan permainan lidah di kelentit Ika. Kelentit itu tampak semakin menonjol sehingga gampang bagiku untuk menjilat dan mengisapnya. Ketika kelentit itu aku gelitiki dengan lidah serta kuisap-isap perlahan, Ika semakin keras merintih-rintih bagaikan orang yang sedang mengalami sakit demam. Sementara pinggulnya yang amat aduhai itu menggial ke kiri-kanan dengan sangat merangsangnya.

“Mas Bob… mas Bob… mas Bob…,” hanya kata-kata itu yang dapat diucapkan Ika karena menahan kenikmatan yang semakin menjadi-jadi.

Permainan jari-jariku dan lidahku di memeknya semakin bertambah ganas. Ika sambil mengerang*-erang dan menggeliat-geliat meremas apa saja yang dapat dia raih. Meremas rambut kepalaku, meremas bahuku, dan meremas payudaranya sendiri.

“Mas Bob… Ika sudah tidak tahan lagi… Masukin konthol saja mas Bob… Ohhh… sekarang juga mas Bob…! Sshhh. . . ,“ erangnya sambil menahan nafsu yang sudah menguasai segenap tubuhnya.

Namun aku tidak perduli. Kusengaja untuk mempermainkan Ika terlebih dahulu. Aku mau membuatnya orgasme, sementara aku masih segar bugar. Karena itu lidah dan wajahku kujauhkan dan memeknya. Kemudian kocokan dua jari tanganku di dalam memeknya semakin kupercepat. Gerakan jari tanganku yang di dalam memeknya ke atas-bawah, sampai terasa ujung jariku menghentak-hentak dinding atasnya secara perlahan-lahan. Sementara ibu jariku mengusap-usap dan menghentak-hentak kelentitnya. Gerakan jari tanganku di memeknya yang basah itu sampai menimbulkan suara crrk-crrrk-crrrk-crrk crrrk… Sementara dan mulut Ika keluar pekikan-pekikan kecil yang terputus-putus:

“Ah-ah-ah-ah-ah…”

Sementara aku semakin memperdahsyat kocokan jari-jariku di memeknya, sambil memandangi wajahnya. Mata Ika merem-melek, sementara keningnya berkerut-kerut.

Crrrk! Crrrk! Crrek! Crek! Crek! Crok! Crok! Suara yang keluar dan kocokan jariku di memeknya semakin terdengar keras. Aku mempertahankan kocokan tersebut. Dua menit sudah si Ika mampu bertahan sambil mengeluarkan jeritan-jeritan yang membangkitkan nafsu. Payudaranya tampak semakin kencang dan licin, sedang putingnya tampak berdiri dengan tegangnya.

Sampai akhirnya tubuh Ika mengejang hebat. Pantatnya terangkat tinggi-tinggi. Matanya membeliak-*beliak. Dan bibirnya yang sensual itu keluar jeritan hebat, “Mas Booo00oob …!“ Dua jariku yang tertanam di dalam vagina Ika terasa dijepit oleh dindingnya dengan kuatnya. Seiring dengan keluar masuknya jariku dalam vaginanya, dan sela-sela celah antara tanganku dengan bibir memeknya terpancarlah semprotan cairan vaginanya dengan kuatnya. Prut! Prut! Pruttt! Semprotan cairan tersebut sampai mencapai pergelangan tanganku.

Beberapa detik kemudian Ika terbaring lemas di atas karpet. Matanya memejam rapat. Tampaknya dia baru saja mengalami orgasme yang begitu hebat. Kocokan jari tanganku di vaginanya pun kuhentikan. Kubiarkan jari tertanam dalam vaginanya sampai jepitan dinding vaginanya terasa lemah. Setelah lemah. jari tangan kucabut dan memeknya. Cairan vagina yang terkumpul di telapak tanganku pun kubersihkan dengan kertas tissue.

Ketegangan kontholku belum juga mau berkurang. Apalagi tubuh telanjang Ika yang terbaring diam di hadapanku itu benar-benar aduhai. seolah menantang diriku untuk membuktikan kejantananku pada tubuh mulusnya. Aku pun mulai menindih kembali tubuh Ika, sehingga kontholku yang masih di dalam celana dalam tergencet oleh perut bawahku dan perut bawahnya dengan enaknya. Sementara bibirku mengulum-kulum kembali bibir hangat Ika, sambil tanganku meremas-remas payudara dan mempermainkan putingnya. Ika kembali membuka mata dan mengimbangi serangan bibirku. Tubuhnya kembali menggelinjang-gelinjang karena menahan rasa geli dan ngilu di payudaranya.

Setelah puas melumat-lumat bibir. wajahku pun menyusuri leher Ika yang mulus dan harum hingga akhirnya mencapai belahan dadanya. Wajahku kemudian menggeluti belahan payudaranya yang berkulit lembut dan halus, sementara kedua tanganku meremas-remas kedua belah payudaranya. Segala kelembutan dan keharuman belahan dada itu kukecupi dengan bibirku. Segala keharuman yang terpancar dan belahan payudara itu kuhirup kuat-kuat dengan hidungku, seolah tidak rela apabila ada keharuman yang terlewatkan sedikitpun.

Kugesek-gesekkan memutar wajahku di belahan payudara itu. Kemudian bibirku bergerak ke atas bukit payudara sebelah kiri. Kuciumi bukit payudara yang membusung dengan gagahnya itu. Dan kumasukkan puting payudara di atasnya ke dalam mulutku. Kini aku menyedot-sedot puting payudara kiri Ika. Kumainkan puting di dalam mulutku itu dengan lidahku. Sedotan kadang kuperbesar ke puncak bukit payudara di sekitar puting yang berwarna coklat.

“Ah… ah… mas Bob… geli… geli …,“ mulut indah Ika mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan. bagaikan desisan ular kelaparan yang sedang mencari mangsa.

Aku memperkuat sedotanku. Sementara tanganku meremas-remas payudara kanan Ika yang montok dan kenyal itu. Kadang remasan kuperkuat dan kuperkecil menuju puncak bukitnya, dan kuakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jariku pada putingnya.

“Mas Bob… hhh… geli… geli… enak… enak… ngilu… ngilu…”

Aku semakin gemas. Payudara aduhai Ika itu kumainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit payudara kadang kusedot besarnya-besarnya dengan tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yang kusedot hanya putingnya dan kucepit dengan gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang kuremas dengan daerah tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya kupijit-pijit dan kupelintir-pelintir kecil puting yang mencuat gagah di puncaknya.

“Ah… mas Bob… terus mas Bob… terus… hzzz… ngilu… ngilu…” Ika mendesis-desis keenakan. Hasratnya tampak sudah kembali tinggi. Matanya kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhnya ke kanan-kini semakin sening fnekuensinya.

Sampai akhirnya Ika tidak kuat mehayani senangan-senangan keduaku. Dia dengan gerakan eepat memehorotkan celana dalamku hingga tunun ke paha. Aku memaklumi maksudnya, segera kulepas eelana dalamku. Jan-jari tangan kanan Ika yang mulus dan lembut kemudian menangkap kontholku yang sudah berdiri dengan gagahnya. Sejenak dia memperlihatkan rasa terkejut.

“Edan… mas Bob, edan… Kontholmu besar sekali… Konthol pacan-pacanku dahulu dan juga konthol kak Dai tidak sampai sebesar in Edan… edan…,” ucapnya terkagum-kagum. Sambil membiankan mulut, wajah, dan tanganku terus memainkan dan menggeluti kedua belah payudaranya, jan-jari lentik tangan kanannya meremas*remas perlahan kontholku secara berirama, seolah berusaha mencari kehangatan dan kenikmatan di hiatnya menana kejantananku. Remasannya itu mempenhebat vohtase dam rasa nikmat pada batang kontholku.

“Mas Bob. kita main di atas kasur saja…,” ajak Ika dengan sinar mata yang sudah dikuasai nafsu binahi.

Aku pun membopong tubuh telanjang Ika ke ruang dalam, dan membaringkannya di atas tempat tidun pacarku. Ranjang pacarku ini amat pendek, dasan kasurnya hanya terangkat sekitar 6 centimeter dari lantai. Ketika kubopong. Ika tidak mau melepaskan tangannya dari leherku. Bahkan, begitu tubuhnya menyentuh kasur, tangannya menanik wajahku mendekat ke wajahnya. Tak ayal lagi, bibirnya yang pink menekan itu melumat bibirku dengan ganasnya. Aku pun tidak mau mengalah. Kulumat bibirnya dengan penuh nafsu yang menggelora, sementara tanganku mendekap tubuhnya dengan kuatnya. Kuhit punggungnya yang halus mulus kuremas-remas dengan gemasnya.

Kemudian aku menindih tubuh Ika. Kontholku terjepit di antara pangkal pahanya yang mulus dan perut bawahku sendiri. Kehangatan kulit pahanya mengalir ke batang kontholku yang tegang dan keras. Bibirku kemudian melepaskan bibir sensual Ika. Kecupan bibirku pun turun. Kukecup dagu Ika yang bagus. Kukecup leher jenjang Ika yang memancarkan bau wangi dan segarnya parfum yang dia pakai. Kuciumi dan kugeluti leher indah itu dengan wajahku, sementara pantatku mulai bergerak aktif sehingga kontholku menekan dan menggesek-gesek paha Ika. Gesekan di kulit paha yang licin itu membuat batang kontholku bagai diplirit-plirit. Kepala kontholku merasa geli-geli enak oleh gesekan-gesekan paha Ika.

Puas menggeluti leher indah, wajahku pun turun ke buah dada montok Ika. Dengan gemas dan ganasnya aku membenamkan wajahku ke belahan dadanya, sementara kedua tanganku meraup kedua belah payudaranya dan menekannya ke arah wajahku. Keharuman payudaranya kuhirup sepuas-puasku. Belum puas dengan menyungsep ke belahan dadanya, wajahku kini menggesek-gesek memutar sehingga kedua gunung payudaranya tertekan-tekan oleh wajahku secara bergantian. Sungguh sedap sekali rasanya ketika hidungku menyentuh dan menghirup dalam-dalam daging payudara yang besar dan kenyal itu. Kemudian bibirku meraup puncak bukit payudara kiri Ika. Daerah payudara yang kecoklat-coklatan beserta putingnya yang pink kecoklat-coklatan itu pun masuk dalam mulutku. Kulahap ujung payudara dan putingnya itu dengan bernafsunya, tak ubahnya seperti bayi yang menetek susu setelah kelaparan selama seharian. Di dalam mulutku, puting itu kukulum-kulum dan kumainkan dengan lidahku.

“Mas Bob… geli… geli …,“ kata Ika kegelian.

Aku tidak perduli. Aku terus mengulum-kulum puncak bukit payudara Ika. Putingnya terasa di lidahku menjadi keras. Kemudian aku kembali melahap puncak bukit payudara itu sebesar-besarnya. Apa yang masuk dalam mulutku kusedot sekuat-kuatnya. Sementara payudara sebelah kanannya kuremas sekuat-kuatnya

dengan tanganku. Hal tersebut kulakukan secara bergantian antara payudara kiri dan payudara kanan Ika. Sementara kontholku semakin menekan dan menggesek-gesek dengan beriramanya di kulit pahanya. Ika semakin menggelinjang-gelinjang dengan hebatnya.

“Mas Bob… mas Bob… ngilu… ngilu… hihhh… nakal sekali tangan dan mulutmu… Auw! Sssh… ngilu… ngilu…,” rintih Ika. Rintihannya itu justru semakin mengipasi api nafsuku. Api nafsuku semakin berkobar-kobar. Semakin ganas aku mengisap-isap dan meremas-remas payudara montoknya. Sementara kontholku berdenyut-denyut keenakan merasakan hangat dan licinnya paha Ika.

Akhirnya aku tidak sabar lagi. Kulepaskan payudara montok Ika dari gelutan mulut dan tanganku. Bibirku kini berpindah menciumi dagu dan lehernya, sementara tanganku membimbing kontholku untuk mencari liang memeknya. Kuputar-putarkan dahulu kepala kontholku di kelebatan jembut di sekitar bibir memek Ika. Bulu-bulu jembut itu bagaikan menggelitiki kepala kontholku. Kepala kontholku pun kegelian. Geli tetapi enak.

“Mas Bob… masukkan seluruhnya mas Bob… masukkan seluruhnya… Mas Bob belum pernah merasakan memek Mbak Dina kan? Mbak Dina orang kuno… tidak mau merasakan konthol sebelum nikah. Padahal itu surga dunia… bagai terhempas langit ke langit ketujuh. mas Bob…”

Jan-jari tangan Ika yang lentik meraih batang kontholku yang sudah amat tegang. Pahanya yang mulus itu dia buka agak lebar.

“Edan… edan… kontholmu besar dan keras sekali, mas Bob…,” katanya sambil mengarahkan kepala kontholku ke lobang memeknya.

Sesaat kemudian kepala kontholku menyentuh bibir memeknya yang sudah basah. Kemudian dengan perlahan-lahan dan sambil kugetarkan, konthol kutekankan masuk ke liang memek. Kini seluruh kepala kontholku pun terbenam di dalam memek. Daging hangat berlendir kini terasa mengulum kepala kontholku dengan enaknya.

Aku menghentikan gerak masuk kontholku.

“Mas Bob… teruskan masuk, Bob… Sssh… enak… jangan berhenti sampai situ saja…,” Ika protes atas tindakanku. Namun aku tidak perduli. Kubiarkan kontholku hanya masuk ke lobang memeknya hanya sebatas kepalanya saja, namun kontholku kugetarkan dengan amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungku dengan ganasnya menggeluti lehernya yang jenjang, lengan tangannya yang harum dan mulus, dari ketiaknya yang bersih dari bulu ketiak. Ika menggelinjang-gelinjang dengan tidak karuan.

“Sssh… sssh… enak… enak… geli… geli, mas Bob. Geli… Terus masuk, mas Bob…”

Bibirku mengulum kulit lengan tangannya dengan kuat-kuat. Sementara gerakan kukonsentrasikan pada pinggulku. Dan… satu… dua… tiga! Kontholku kutusukkan sedalam-dalamnya ke dalam memek Ika dengan sangat cepat dan kuatnya. Plak! Pangkal pahaku beradu dengan pangkal pahanya yang mulus yang sedang dalam posisi agak membuka dengan kerasnya. Sementara kulit batang kontholku bagaikan diplirit oleh bibir dan daging lobang memeknya yang sudah basah dengan kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt!

“Auwww!” pekik Ika.

Aku diam sesaat, membiarkan kontholku tertanam seluruhnya di dalam memek Ika tanpa bergerak sedikit pun.

“Sakit mas Bob… Nakal sekali kamu… nakal sekali kamu….” kata Ika sambil tangannya meremas punggungku dengan kerasnya.

Aku pun mulai menggerakkan kontholku keluar-masuk memek Ika. Aku tidak tahu, apakah kontholku yang berukuran panjang dan besar ataukah lubang memek Ika yang berukuran kecil. Yang saya tahu, seluruh bagian kontholku yang masuk memeknya serasa dipijit-pijit dinding lobang memeknya dengan agak kuatnya. Pijitan dinding memek itu memberi rasa hangat dan nikmat pada batang kontholku.

“Bagaimana Ika, sakit?” tanyaku

“Sssh… enak sekali… enak sekali… Barangmu besar dan panjang sekali… sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru lobang memekku…,” jawab Ika.

Aku terus memompa memek Ika dengan kontholku perlahan-lahan. Payudara kenyalnya yang menempel di dadaku ikut terpilin-pilin oleh dadaku akibat gerakan memompa tadi. Kedua putingnya yang sudah mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadaku yang bidang. Kehangatan payudaranya yang montok itu mulai terasa mengalir ke dadaku. Kontholku serasa diremas-remas dengan berirama oleh otot-otot memeknya sejalan dengan genjotanku tersebut. Terasa hangat dan enak sekali. Sementara setiap kali menusuk masuk kepala kontholku menyentuh suatu daging hangat di dalam memek Ika. Sentuhan tersebut serasa menggelitiki kepala konthol sehingga aku merasa sedikit kegelian. Geli-geli nikmat.

Kemudian aku mengambil kedua kakinya yang kuning langsat mulus dan mengangkatnya. Sambil menjaga agar kontholku tidak tercabut dari lobang memeknya, aku mengambil posisi agak jongkok. Betis kanan Ika kutumpangkan di atas bahuku, sementara betis kirinya kudekatkan ke wajahku. Sambil terus mengocok memeknya perlahan dengan kontholku, betis kirinya yang amat indah itu kuciumi dan kukecupi dengan gemasnya. Setelah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya yang kuciumi dan kugeluti, sementara betis kirinya kutumpangkan ke atas bahuku. Begitu hal tersebut kulakukan beberapa kali secara bergantian, sambil mempertahankan rasa nikmat di kontholku dengan mempertahankan gerakan maju-mundur perlahannya di memek Ika.

Setelah puas dengan cara tersebut, aku meletakkan kedua betisnya di bahuku, sementara kedua telapak tanganku meraup kedua belah payudaranya. Masih dengan kocokan konthol perlahan di memeknya, tanganku meremas-remas payudara montok Ika. Kedua gumpalan daging kenyal itu kuremas kuat-kuat secara berirama. Kadang kedua putingnya kugencet dan kupelintir-pelintir secara perlahan. Puting itu semakin mengeras, dan bukit payudara itu semakin terasa kenyal di telapak tanganku. Ika pun merintih-rintih keenakan. Matanya merem-melek, dan alisnya mengimbanginya dengan sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah.

“Ah… mas Bob, geli… geli… Tobat… tobat… Ngilu mas Bob, ngilu… Sssh… sssh… terus mas Bob, terus…. Edan… edan… kontholmu membuat memekku merasa enak sekali… Nanti jangan disemprotkan di luar memek, mas Bob. Nyemprot di dalam saja… aku sedang tidak subur…”

Aku mulai mempercepat gerakan masuk-keluar kontholku di memek Ika.

“Ah-ah-ah… benar, mas Bob. benar… yang cepat… Terus mas Bob, terus…”

Aku bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihan Ika. tenagaku menjadi berlipat ganda. Kutingkatkan kecepatan keluar-masuk kontholku di memek Ika. Terus dan terus. Seluruh bagian kontholku serasa diremas*-remas dengan cepatnya oleh daging-daging hangat di dalam memek Ika. Mata Ika menjadi merem-melek dengan cepat dan indahnya. Begitu juga diriku, mataku pun merem-melek dan mendesis-desis karena merasa keenakan yang luar biasa.

“Sssh… sssh… Ika… enak sekali… enak sekali memekmu… enak sekali memekmu…”

“Ya mas Bob, aku juga merasa enak sekali… terusss… terus mas Bob, terusss…”

Aku meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kontholku pada memeknya. Kontholku terasa bagai diremas-remas dengan tidak karu-karuan.

“Mas Bob… mas Bob… edan mas Bob, edan… sssh… sssh… Terus… terus… Saya hampir keluar nih mas Bob…

sedikit lagi… kita keluar sama-sama ya Booob…,” Ika jadi mengoceh tanpa kendali.

Aku mengayuh terus. Aku belum merasa mau keluar. Namun aku harus membuatnya keluar duluan. Biar perempuan Sunda yang molek satu ini tahu bahwa lelaki Jawa itu perkasa. Biar dia mengakui kejantanan orang Jawa yang bernama mas Bobby. Sementara kontholku merasakan daging-daging hangat di dalam memek Ika bagaikan berdenyut dengan hebatnya.

“Mas Bob… mas Bobby… mas Bobby…,” rintih Ika. Telapak tangannya memegang kedua lengan tanganku seolah mencari pegangan di batang pohon karena takut jatuh ke bawah.

lbarat pembalap, aku mengayuh sepeda balapku dengan semakin cepatnya. Bedanya, dibandingkan dengan pembalap aku lebih beruntung. Di dalam “mengayuh sepeda” aku merasakan keenakan yang luar biasa di sekujur kontholku. Sepedaku pun mempunyai daya tarik tersendiri karena mengeluarkan rintihan-rintihan keenakan yang tiada terkira.

“Mas Bob… ah-ah-ah-ah-ah… Enak mas Bob, enak… Ah-ah-ah-ah-ah… Mau keluar mas Bob… mau keluar… ah-ah-ah-ah-ah… sekarang ke-ke-ke…”

Tiba-tiba kurasakan kontholku dijepit oleh dinding memek Ika dengan sangat kuatnya. Di dalam memek, kontholku merasa disemprot oleh cairan yang keluar dari memek Ika dengan cukup derasnya. Dan telapak tangan Ika meremas lengan tanganku dengan sangat kuatnya. Mulut sensual Ika pun berteriak tanpa kendali:

“…keluarrr…!”

Mata Ika membeliak-beliak. Sekejap tubuh Ika kurasakan mengejang.

Aku pun menghentikan genjotanku. Kontholku yang tegang luar biasa kubiarkan diam tertanam dalam memek Ika. Kontholku merasa hangat luar biasa karena terkena semprotan cairan memek Ika. Kulihat mata Ika kemudian memejam beberapa saat dalam menikmati puncak orgasmenya.

Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan tangannya pada lenganku perlahan-lahan mengendur. Kelopak matanya pun membuka, memandangi wajahku. Sementara jepitan dinding memeknya pada kontholku berangsur-angsur melemah. walaupun kontholku masih tegang dan keras. Kedua kaki Ika lalu kuletakkan kembali di atas kasur dengan posisi agak membuka. Aku kembali menindih tubuh telanjang Ika dengan mempertahankan agar kontholku yang tertanam di dalam memeknya tidak tercabut.

“Mas Bob… kamu luar biasa… kamu membawaku ke langit ke tujuh,” kata Ika dengan mimik wajah penuh kepuasan. “Kak Dai dan pacar-pacarku yang dulu tidak pernah membuat aku ke puncak orgasme seperti ml. Sejak Mbak Dina tinggal di sini, Ika suka membenarkan mas Bob saat berhubungan dengan Kak Dai.”

Aku senang mendengar pengakuan Ika itu. berarti selama aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku selalu membayangkan kemolekan tubuh Ika dalam masturbasiku, sementara dia juga membayangkan kugeluti

dalam onaninya. Bagiku. Dina bagus dijadikan istri dan ibu anak-anakku kelak, namun tidak dapat dipungkiri bahwa tubuh aduhai Ika enak digeluti dan digenjot dengan penuh nafsu.

“Mas Bob… kamu seperti yang kubayangkan. Kamu jantan… kamu perkasa… dan kamu berhasil membawaku ke puncak orgasme. Luar biasa nikmatnya…”

Aku bangga mendengar ucapan Ika. Dadaku serasa mengembang. Dan bagai anak kecil yang suka pujian, aku ingin menunjukkan bahwa aku lebih perkasa dari dugaannya. Perempuan Sunda ini harus kewalahan menghadapi genjotanku. Perempuan Sunda ini harus mengakui kejantanan dan keperkasaanku. Kebetulan aku saat ini baru setengah perjalanan pendakianku di saat Ika sudah mencapai orgasmenya. Kontolku masih tegang di dalam memeknya. Kontolku masih besar dan keras, yang haruss menyemprotkan pelurunya agar kepalaku tidak pusing.

Aku kembali mendekap tubuh mulus Ika, yang di bawah sinar lampu kuning kulit tubuhnya tampak sangat mulus dan licin. Kontholku mulai bergerak keluar-masuk lagi di memek Ika, namun masih dengan gerakan perlahan. Dinding memek Ika secara berargsur-angsur terasa mulai meremas-remas kontholku. Terasa hangat dan enak. Namun sekarang gerakan kontholku lebih lancar dibandingkan dengan tadi. Pasti karena adanya cairan orgasme yang disemprotkan oleh memek Ika beberapa saat yang lalu.

“Ahhh… mas Bob… kau langsung memulainya lagi… Sekarang giliranmu… semprotkan air manimu ke dinding-dinding memekku… Sssh…,” Ika mulai mendesis-desis lagi.

Bibirku mulai memagut bibir merekah Ika yang amat sensual itu dan melumat-lumatnya dengan gemasnya. Sementara tangan kiriku ikut menyangga berat badanku, tangan kananku meremas-remas payudara montok Ika serta memijit-mijit putingnya, sesuai dengan mama gerak maju-mundur kontholku di memeknya.

“Sssh… sssh… sssh… enak mas Bob, enak… Terus… teruss… terusss…,” desis bibir Ika di saat berhasil melepaskannya dari serbuan bibirku. Desisan itu bagaikan mengipasi gelora api birahiku.

Sambil kembali melumat bibir Ika dengan kuatnya, aku mempercepat genjotan kontholku di memeknya. Pengaruh adanya cairan di dalam memek Ika, keluar-masuknya konthol pun diiringi oleh suara, “srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret…” Mulut Ika di saat terbebas dari lumatan bibirku tidak henti-hentinya mengeluarkan rintih kenikmatan,

“Mas Bob… ah… mas Bob… ah… mas Bob… hhb… mas Bob… ahh…”

Kontholku semakin tegang. Kulepaskan tangan kananku dari payudaranya. Kedua tanganku kini dari ketiak Ika menyusup ke bawah dan memeluk punggung mulusnya. Tangan Ika pun memeluk punggungku dan mengusap-usapnya. Aku pun memulai serangan dahsyatku. Keluar-masuknya kontholku ke dalam memek Ika sekarang berlangsung dengan cepat dan berirama. Setiap kali masuk, konthol kuhunjamkan keras-keras agar menusuk memek Ika sedalam-dalamnya. Dalam perjalanannya, batang kontholku bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding memek Ika. Sampai di langkah terdalam, mata Ika membeliak sambil bibirnya mengeluarkan seruan tertahan, “Ak!” Sementara daging pangkal pahaku bagaikan menampar daging pangkal pahanya sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar memek, konthol kujaga agar kepalanya yang mengenakan helm tetap tertanam di lobang memek. Remasan dinding memek pada batang kontholku pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dengan gerak masuknya. Bibir memek yang mengulum batang kontholku pun sedikit ikut tertarik keluar, seolah tidak rela bila sampai ditinggal keluar oleh batang kontholku. Pada gerak keluar ini Bibir Ika mendesah, “Hhh…”

Aku terus menggenjot memek Ika dengan gerakan cepat dan menghentak-hentak. Remasan yang luar biasa kuat, hangat, dan enak sekali bekerja di kontholku. Tangan Ika meremas punggungku kuat-kuat di saat kontholku kuhunjam masuk sejauh-jauhnya ke lobang memeknya. beradunya daging pangkal paha menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara kontholku dan memek Ika menimbulkan bunyi srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrtt… Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecil yang merdu yang keluar dari bibir Ika:

“Ak! Uhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…”

Kontholku terasa empot-empotan luar biasa. Rasa hangat, geli, dan enak yang tiada tara membuatku tidak kuasa menahan pekikan-pekikan kecil:

“lka… Ika… edan… edan… Enak sekali Ika… Memekmu enak sekali… Memekmu hangat sekali… edan… jepitan memekmu enak sekali…”

“Mas Bob… mas Bob… terus mas Bob rintih Ika, “enak mas Bob… enaaak… Ak! Ak! Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…”

Tiba-tiba rasa gatal menyelimuti segenap penjuru kontholku. Gatal yang enak sekali. Aku pun mengocokkan kontholku ke memeknya dengan semakin cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke dalam, kontholku berusaha menusuk lebih dalam lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya. Rasa gatal dan rasa enak yang luar biasa di konthol pun semakin menghebat.

“Ika… aku… aku…” Karena menahan rasa nikmat dan gatal yang luar biasa aku tidak mampu menyelesaikan ucapanku yang memang sudah terbata-bata itu.

“Mas Bob… mas Bob… mas Bob! Ak-ak-ak… Aku mau keluar lagi… Ak-ak-ak… aku ke-ke-ke…”

Tiba-tiba kontholku mengejang dan berdenyut dengan amat dahsyatnya. Aku tidak mampu lagi menahan rasa gatal yang sudah mencapai puncaknya. Namun pada saat itu juga tiba-tiba dinding memek Ika mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang kuat dan enak sekali itu. aku tidak mampu lagi menahan jebolnya bendungan dalam alat kelaminku.

Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala kontholku terasa disemprot cairan memek Ika, bersamaan dengan pekikan Ika, “…keluarrrr…!” Tubuh Ika mengejang dengan mata membeliak-beliak.

“Ika…!” aku melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuh Ika sekuat-kuatnya, seolah aku sedang berusaha rnenemukkan tulang-tulang punggungnya dalam kegemasan. Wajahku kubenamkan kuat-kuat di lehernya yang jenjang. Cairan spermaku pun tak terbendung lagi.

Crottt! Crott! Croat! Spermaku bersemburan dengan derasnya, menyemprot dinding memek Ika yang terdalam. Kontholku yang terbenam semua di dalam kehangatan memek Ika terasa berdenyut-denyut.

Beberapa saat lamanya aku dan Ika terdiam dalam keadaan berpelukan erat sekali, sampai-sampai dari alat kemaluan, perut, hingga ke payudaranya seolah terpateri erat dengan tubuh depanku. Aku menghabiskan sisa-sisa sperma dalam kontholku. Cret! Cret! Cret! Kontholku menyemprotkan lagi air mani yang masih tersisa ke dalam memek Ika. Kali ini semprotannya lebih lemah.

Perlahan-lahan tubuh Ika dan tubuhku pun mengendur kembali. Aku kemudian menciumi leher mulus Ika dengan lembutnya, sementara tangan Ika mengusap-usap punggungku dan mengelus-elus rambut kepalaku. Aku merasa puas sekali berhasil bermain seks dengan Ika. Pertama kali aku bermain seks, bidadari lawan mainku adalah perempuan Sunda yang bertubuh kenyal, berkulit kuning langsat mulus, berpayudara besar dan padat, berpinggang ramping, dan berpinggul besar serta aduhai. Tidak rugi air maniku diperas habis-habisan pada pengalaman pertama ini oleh orang semolek Ika.

“Mas Bob… terima kasih mas Bob. Puas sekali saya. indah sekali… sungguh… enak sekali,” kata Ika lirih.

Aku tidak memberi kata tanggapan. Sebagai jawaban, bibirnya yang indah itu kukecup mesra. Dalam keadaan tetap telanjang, kami berdekapan erat di atas tempat tidur pacarku. Dia meletakkan kepalanya di atas dadaku yang bidang, sedang tangannya melingkar ke badanku. Baru ketika jam dinding menunjukkan pukul 22:00, aku dan Ika berpakaian kembali. Ika sudah tahu kebiasaanku dalam mengapeli Dina, bahwa pukul 22:00 aku pulang ke tempat kost-ku sendiri.

Sebelum keluar kamar, aku mendekap erat tubuh Ika dan melumat-lumat bibirnya beberapa saat.

“Mas Bob… kapan-kapan kita mengulangi lagi ya mas Bob… Jangan khawatir, kita tanpa Ikatan. Ika akan selalu merahasiakan hal ini kepada siapapun, termasuk ke Kak Dai dan Mbak Dina. Ika puas sekali bercumbu dengan mas Bob,” begitu kata Ika.

Aku pun mengangguk tanda setuju. Siapa sih yang tidak mau diberi kenikmatan secara gratis dan tanpa ikatan? Akhirnya dia keluar dari kamar dan kembali masuk ke rumahnya lewat pintu samping. Lima menit kemudian aku baru pulang ke tempat kost-ku.

Abege Amoy di Mal


Malem sabtu kemaren aku iseng ja browsing ke mal. Karena dah laper, aku menuju salah satu resto yang ada di mal. Didepan resto itu pandanganku tertuju pada seorang abege, amoy lagi, sedang membungkuk di pegangan pinggir lantai, memandang ke bawah. Dia pake t shirt ketat dan celana pendek saja. Dari samping gak keliatan toketnya besar gak, tapi pahanya mulus banget, putih lagi, maklum deh amoy. aku tertarik untuk mendekati. Aku ikutan membungkuk di dipegangan itu, "ngeliatin apa si". Dia menoleh, woo cantik nian, matanya sipit, hidungnya mancung dan bibirnya mungil memberikan senyum manisnya kepada aq. "Nunggu temen, om". "Mangnya janjian ya". "Iya katanya mo nonton, tapi dah jam segini gak nongol juga, kesel deh Memey". "O namanya Memey toh, kenalin", kataku memperkanalkan diri sambil mengulurkan tangan. Dia menjabat tanganku. "Iya om, aku Memey". Tangannya tak kulepaskan malah dengan jari telunjukku kukilik telapak tangannya yang sedang kujabat itu. "Ih, si om iseng deh", katanya sambil tetap tersenyum. Karena dia menghadap ke aku, aku bisa melihat bentuk toketnya, masih imut, mungkin umurnya masi muda. "Sekolahnya kelas berapa". "Kelas 1 om". "Wah abege banget. Dah temennya gak dateng kali, ikutan makan yuk, aku laper nih", kataku sambil menggandeng tangannya menuju ke resto. Dia ngikut aja. Sambil makan, dia kuguyoni. "Nunggu temen cowok ya". enggak kok om, cewek". "Kok nonton ma cewek, mana asik?" "Kan cuma mo nonton om, mangnya di bioskop mo ngapain pake asik segala". "Ya nonton sembari....", kataku sambil memutuskan ucapanku, aku pengen liat reaksinya gimana. "Sembari apaan om", aku berhasil membuatnya penasaran. "Sembari ngapain ya kalo dibioskop". "Ya nonton lah om, emangnya om kalo nonton sembari ngapain". "Tergantung temen nontonnya". "Kok tergantung temen nonton, kan ke bioskop mo liat filmnya". "Iya, tapi kalo ditemeni abege secantik Memey, jadi gak merhatiin filmnya deh". "abis merhatiin apa?" "Ya merhatiin kamu lah, abis kamu cantik banget". "Ih om gombal deh, Memey biasa aja kok". "Temen kamu gak dateng, trus nonton ma aku mau gak?" "Tapi nonton ya om, gak yang lain". "Tapi nontonnya ditempatku". "Kok ditempat om". "Biar private nontonnya, berdua aja, mau gak". "Mangnya mo ngapain om berdua aja". "Ya bisa sembari ngobrol, makan minum". "Kan sekarang dah makan minum, mangnya om masi laper". "Ya enggak makan berat kaya gini, makanan ringan lah". "Kapuk kali ringan". "Mau gak nonton ditempatku". "Mangnya om punya film apa?" "Filmnya asik lah pokoknya, mau ya". "Rumah om jauh gak?" "Napa, besok kan libur skolah kan, pulang maleman gak apa kan, ato pulang pagi aja sekalian biar gak masuk angin". "Maunya, ntar gak masuk angin tapi kemasukan yang laen lagi". "Mangnya perna kemasukan yang laen?" Dia diem aja. "Ma cowoknya ya". "Gak tau ah, om kok nanya gituan sih". "Kan tadi kamu yang bilang kemasukan yang laen. dah pernah ya kemasukan yang laen, nikmat kan?" Dia diem aja lagi. "Nikmat kan kalo kemasukan". "Gak tau ah". Aku membayar makanannya dan mengajaknya keluar resto. "Ketempatku ya". "Tapi jangan dimsukin ya om". "Napa, kan enak kalo dimasukin". "ak ah, takut". "Udah pernah aja kok takut si". "Sok tau, kata siapa Mey-Mey dah perna kemasukan". "Ya nebak aja, udah pernah kan, kayanya si udah". "Gak tau ah". Aku menggandengnya ke baemnet menuju ke mobilku. Dia tidak menolak waktu kuajak masuk mobil, kemudian mobil meluncur meninggalkan basement mal menju ke apartmenku. "Kok ke apartmen? Om tinggak disini ya". "Iyalah". Dari basement apartment, dia kugandeng ke lift dan lift meluncur menuju lantai 35. Dia nurut saja ketika kugandeng keluar lift menuju ke apartmentku.


Dia duduk di sofa, aku duduk disebelahnya. "Mey, kamu tu sebenarnya mo ketemu siapa si di mal?" "Temen, om, kan Memey dah bilang tadi". "Tapi gak buat nonton kan", sambil menatap matanya yang sipit. "Kok om tau si". "Ya tau lah, ngapain juga cewek abege secantik kamu sendirian gelisah di mal, pasti ada yang ditunggu dan pasti gak buat perginonton. Mo ngapain sih, jujur deh ma aku, kamu gak bisa boong kok". "Bener kok om, Memey nunggu temen". "Tapi gak buat nonton kan". "Iya juga seh, om pinter banget si nebaknya". "abis nungguin sapa". "Nungguin temen om, Memey mo dikenalin ma om om". "Kan akhirnya kenalan ma aku". "Ya sih om, makanya Memey mau om ajak ke apartment om". "Mangnya kamu sering ya maen ma om om". "Blon perna kok om". "Biasanya maennya ma siapa". "Ma cowok Memey om". "Sering?" "Sering juga om, ampir tiap malming kita maen, abis nikmat seh". "Besok maen lagi ma cowok kamu". "enggak om, dia lagi tugas kluar kota". "O cowok kamu dah kerja toh, bedanya jauh dong ma kamu". "Iya om, dia dah lulus skolanya, jadi dah kerja, 19 taonan lah bedanya". "Pantes kamu jadi cepet matengnya". "Mangnya Memey mangga, pake mateng segala". "Trus napa kamu dikenalin ma om om". "Kata temen Memey lebi nikmat maen ma om om katimbang ma cowok ndiri, makanya Memey jadi penasaran, pengen nyobain, kaya apa si nikmatnya". "Jadi mau ya maen ma aku". "Ya maulah om, kalo gak mau ngapain juga Memey ikut ma om ke apartment. Katanya om mo muterin film, film bokep ya om". "Aku gak ada film kok". "abis mo langsung maen ya om". "Kamu mijitin aku dulu ya". "Memey gak bisa mijit kok om". "Gak apa, aku tu pengen dielus2 ma kamu kok, bisa kan ngelus2". Dia tersenyum, manis sekali. Aku masuk ke kamarku duluan. Dikamar aku mengganti pakean dengan celana pendek dan kaos, kemudian aku memanggil Memey masuk.

Aku berbaring telungkup di ranjang dan dia mulai memijit kakinya, mulai dari telapak kaki sampai ke paha. "Om suka olahraga ya, ototnya kenceng gini", katanya. "Iya Mey, suka fitnes, mau ikutan?" "Boleh, kapan om fitnes, Memey ikutan ya", jawabku. "Semua otot kan mesti kenceng Mey, kalo gak kenceng mana bisa dipake". "Dipake ngapain om". Aku hanya tersenyum tidak menjawab pertanyaannya yang terakhir. Dia sengaja memijat bagian paha sebelah dalam,. “ Aduh Mey enak tapi geli, tu bisa mijit, katanya gak bisa. suka mijitin cowok kamu ya Mey". "He eh, dia yang ngajarin mijit om", sahutnya. Aku mengangkangkan pahaku dan sesekali disenggolnya selangkanganku, ada sesuatu yang keras didalamnya. Aku udah mulai terangsang dan ngaceng. Pijatan beralih ke pantat dan punggungku. Bagian ini masih tertutup celana pendek dan kaos. "om enaknya kaosnya dibuka deh supaya mijetnya bisa tuntas", katanya dan aku langsung melepas kaos dan kembali telungkup. Punggungku juga berotot. Pijatannya mulai dari bagian bahu. Dia mengambil posisi mengangkangi badanku. Setelah bahu dan punggung, kini pijatannya mengarah ke bongkahan pantatku. Mulanya dia memijat dari luar celananya, tapi gak bisa tuntas. "om, celananya mengganggu nih", katanya. "Dilepas aja ya Mey", jawabku sambil langsung melepas celana pendeknya. Sekelebat tampak kon tolku menonjol sekali dibalik cd, besar dan panjang dan sudah keras sekali. Aku kembali menelungkup. Pijatan mulai mengeksploitir bagian pantat dan pangkal paha. Jarinya memijit belahan pantat dan hampir menyentuh biji pelerku. Selesai dengan pantat, dia minta aku telentang. kon tolku yang besar dan panjang sampai kepalanya nongol dari bagian atas cdku. "Ih om, ngaceng ya", katanya manja sambil menduduki kon tolku. Terasa sekali kon tol itu mengganjal pantatnya. Dia mulai lagi dari bahu, untuk melemaskan bagian itu. Perlahan-lahan lalu turun ke bawah kedadaku. Aku tersenyum saja memandangi wajahnya. "Kamu cantik sekali Mey", kataku merayu. Dia sengaja menggeser2 pantatnya di kon tolku. Pentilku mengeras, dan sesekali dipilinnya. Dia minta aku menarik nafas ketika dipilinnya pentilku lalu pelan-pelan menghembuskannya. "Mey", lenguhku. "Kenapa om, sakit ya pijitan Memey". "Enggak sakit kok Mey, merinding semua badanku". Setelah puas memlintir pentilku dia mulai turun ke perut.

Perutku kencang dan tidak berlemak, kepala kon tolku yang nongol dari atas cd seakan mengundangnya untuk meremasnya. Dia juga terangsang melihatnya. Dari perut dia mulai menelusur bawah sampai menyentuh kepala kon tolku. Aku memejamkan mata sementara dia terus memijit lembut dipangkal paha sampai keselangkangan sambil sesekali menyenggol kon tolku dengan menggosokkan punggung tangannya kekon tolku. Perlahan jarinya diselipkan di karet cdku dan menurunkan cdku perlahan2 sampai lepas. Nongollah kon tolku yang berdiri tegak, besar dan panjang dengan bulu rambut yang lebat bersambung sampai kepusar dan dada. "Pegang" kataku singkat dan diapun menuruti sambil mengusap pelan-pelan. Tanganku mulai berkeliaran, membuka t shirtnya, bra kemudian celana pendeknya. Tinggal CDnya yang belum kulepas. Dia kubaringkan dan kemudian aku melumat bibirnya, dan terus menjilat sampai ke toketnya yang imut dengan pentil yang merah coklat. Saat aku mengulum toketnya, dia mulai menggelinjang apalagi jariku mulai menerobos CDnya dan dengan lembut menggosok bibir no noknya. Dia bergetar sambil berdengus pendek "Uh..uuh..uuhh..". CDnya kemudian kulorotkan dan kubuka pahanya lebar-lebar. Aku tertegun melihat bibir no noknya yang tipis memerah yang diselimuti jembut yang lebat. "Mey, jembut kamu lebat sekali ya. Pasti napsu kamu besar ya". Dia diem saja karena sudah sangat terangsang akibat jilatanku diselangkangnya. "om", dia mendesah ketika lidahku mulai beroperasi ketengah-tengah no noknya. Gerakan refleksnya menarik paha keatas dan posisi yang kian membuka menambah leluasa lidahku bekerja lebih dalam keno noknya. Cairan no noknya mulai tumpah membuat aku tambah ganas, dan mulai menyedot keras it ilnya. Ujung lidahku bermain lincah, dalam, menelusuri menggesek permukaan dalam no noknya membuat dia tambah bergetar menahan rangsangan kenikmatan.

"Uh..uuhh..uuuhhh.." erangannya tambah keras dan pahanya menjepit keras kepalaku dengan kaki yang melingkar kepunggungku. Aku memutar tubuhku pelan sambil terus menyedot no noknya. Posisi 69, dia kusuruh mengulum kepala kon tolku yang besar itu. Lidahnya mulai bermain diantara belahan kepala kon tolku. Kami berpacu terus dengan posisi 69 sampai "oom...uuuuhhhh..", badannya menggelinjang hebat sambil mengerang keras dengan suara tertahan karena kepala kon tolku masih terbenam dalam mulutnya. Dia dah nyampe dan kulepaskan kon tolku dari mulutnya.

aku masih telentang dengan kon tolku masih tegak karena belum tuntas. Aku menyuruhnya naik keatas perutku. Aku berbaring dengan bantal 3 susun dipunggung dan kepala, sambil menyuruh dia duduk diatas kon tolku yang sengaja diposisikan kearah pusar. Dia duduk mengangkang dengan bibir no nok menempel dikon tolku, dia mulai menggerakan pantatnya maju mundur perlahan. "Ah..nikmatnya Mey", gumamku sambil menahan kenikmatan karena goyangan pantatnya. Ternyata dia dah pengalaman juga dalam urusan perlendiran ini. Beberapa saat kurasa cairan no noknya mulai mengalir membasahi kon tolku, dia makin terangsang. Gesekannya makin menggila membuat dia tersentak-sentak saking nikmatnya. Aku mulai meremas2 toketnya yang imut. "Isap ..om" dan aku melengkungkan badanku berusaha mengulum toketnya. "Uuuhhh..uuuuhhh.., terussss oom...", pintanya sambil bertambah cepat menggesek no noknya kekon tolku. Lebih dari 15 menit kemudian dia mengerang tersendat kenikmatan. Aku tau dia akan nyampe lagi, "Ayo putar badanmu" dan secepatnya dia berbalik dengan no noknya menantang didepan mulutku. Dia menarik pantatnya dan lagi-lagi kusedot bibir no noknya sambil sesekali lidah kujulurkan mengilik it ilnya. kon tolku terbenam lebih dari separuh dimulutnya, kepalanya turun naik mengocok kon tolku dalam mulutnya. Erangan tertahan dan desahan kenikmatan mengiringi puncak permainan. Tiba-tiba dia menekan pantatku kuat-kuat kemulutnya sambil mendesah panjang dengan kon tolku dimulutku. "Oom..ooohh". Akupun demikian, kukepit kepalanya dengan kaki dan "creet..creet..creeettt... pejuku ngecret semuanya dimulutnya. "om, belum dimasukin udah nikmat gini ya, apalagi kalo dimasukin", desahnya. "Kamu mau dimasukin Mey, ", jawabku. "om, Memey laper". "Ya udah, kita mandi dulu, terus baru cari makan malem". Dikamar mandi, kita saling menyabuni. kon tolku ngaceng lagi, dikocok2 nya kon tolku pelan2. "om kon tolnya besar banget sih". Selesai mandi, dia memakai pakaiannya kembali. Kemudian aku pergi dengannya ke warung didepan komplex untuk cari makan malam.

Selesai makan malam, kita kembali keapartment lagi. aku memutar film biru. Dengan 2 bantal besar diatas karpet tebal kami berdua duduk berdampingan sambil nonton film. Permainan panas di film itu membuat dia mulai bergerak menempel kebadanku dan kemudian rebah diatas pahaku. Aku mengulum bibirnya dengan lembut sambil tanganku mulai bergerak dengan sentuhan halus ke toketnya yang masih dilapisi bra itu. Dia menggelinjang saat aku mulai agresif memainkan pentilnya. "Ayo om..gesek lagi ya..!" pintanya bernafsu. Dia mencium tanganku dan menjilati jari-jariku.

Kemudian aku melepaskan tanganku dari ciumannya dan kembali meremas toketnya dari balik kaosnya. Tanganku menyusup masuk kebalik branya. Kupilin pentilnya secara bergantian. Dia makin menggeliat karena napsunya sudah memuncak. Tanganku ditariknya menjauh dari toketnya. Dibawa ke arah perutnta. Segera aku mengilik2 pusernya sampai dia menggeliat kegelian, "om geli". Tanganku segera menyusup ke bawah berusaha merayap terus ke bawah menyelip kedalam cdnya sampai menyentuh jembutnya. Jangkauanku kini maksimal, padahal target belum tercapai. Dia menaikkan badannya sedikit dan kini jari-jariku bisa mencapai belahan no noknya. no noknya sudah basah, sehingga jari tengahku dengan mudah menyusup ke dalam dan menemukan it ilnya yang sudah mengeras. Aku lalu memainkan jari tengahku. Pinggulnya mengikuti irama sentuhan jari tengahku. Dia menggelinjang.

"om, lepasin pakean Memey, om, semuanya", pintanya. Segera aku mengangkat t shirtnya keatas, dia mengangkat tangannya keatas untuk mempermudah aku melepas t shirtnya. Kemudian aku melepas pengait bra dan menarik celananya bersama cdnya, dia mengangkat pantatnya untuk mempermudah aku melepasnya. Setelah dia berbugil ria, segera akupun melepas semua yang menempel dibadan. kon tol besarku sudah tegak dengan kerasnya. Kami berbaring di karpet ruang tengah dalam keadaan telanjang bulat. Dia mengocok2 kon tolku dengan cepat dan keras, sebentar saja sudah ngaceng lagi. "om kuat banget ya, tadi baru ngecret udah ngaceng lagi", katanya. "Abis dikocok sama kamu sih, kamu juga mau lagi kan Mey". "Iya om, Memey kepingin disodok kon tol om". Ketika mengocok2 kon tolku dia sudah terangsang juga, no noknya sudah basah, apalagi ketika ngocok kon tolku, aku ngitik2 it ilnya. Aku telentang dan dia menaiki tubuhku. Dengan posisi setengah merayap, dia menjilati mulai dari bawah kon tolku keatas, berputar sejenak di celah kepala kon tolku kemudian mulai dengan mengulum lembut sambil mulutnya turun naik mengocok kon tolku. "Ooohhhh...ooouuuhhh", giliranku bergumam tidak jelas. Puas mengocok kon tolku dengan mulutnya, dia langsung duduk diatas perutku dan diarahkan kon tolku kebibir no noknya yang sudah basah. "Aaahhhh...!" desahnya sambil mencengkeram dadaku ketika kon tolku amblas kedalam no noknya dengan mulus. Kocokan demi kocokan dipadu goyangan pantatnya membuat kami berdua sama-sama merem melek dengan desahan-desahan panjang berulang-ulang. Dengan kon tol yang masih menancap ketat pada no noknya, aku memintanya menurunkan badannya kebelakang sambil kedua tangannya bertopang kebelakang, aku menyodokkan pantatku kedepan. Luar biasa...kon tolku seolah-olah tertarik kalau pantatnya bergerak kebelakang dan seperti mau patah bila dia menyodok kedepan, terjepit rapat diantara bibir no noknya. Dengan kepala mendongak kebelakang kadang terangkat, dia makin gila menggoyang pantatnya, "Uuuhhh...ngghhh..!"erangnya tidak jelas. Cairan pelicin no noknya meleleh hangat sampai kebawah kon tolku. "Hhuuu....huuuu...huuuuuu!" dia kian ganas dan seketika merubah gayanya, duduk diatas pangkal pahaku dengan kon tol tetap tertancap dino noknya, hanya pantatnya saja yang bergerak maju mundur dengan cepat. kon tolku terasa berdenyut-denyut dicengkeram bibir no noknya.

Bercampur aduk rasa nikmat yang kudapat dari permainan ini. "Om....ngghhh..!" dia sudah mendekati puncaknya. "Remes toketnya...om!" pintanya sambil menarik tanganku. Kuremas toketnya, kian kuat remasanku makin kuat sentakan pantatnya dibarengi dengusan napasnya yang memburu. "Aaaaaaahhhhhh..!" dia menyentak dengan histeris beberapa saat dan kemudian terdiam, roboh keatas badanku dengan jari tangannya mencengkeram kuat kedadaku menimbulkan merah goresan kuku yang panjang.

"Nikmat ya Mey", kataku tersenyum melihat badannya yang terkulai lemas menindih tubuhku. "Aku akan membuatmu lebih puas, sayang!". "Memey capek...tapi..om belum ngecret ya", katanya seraya beringsut turun dari atas badanku dan telentang pasrah. aku mengambil handuk basah dan me lap bibir no noknya dengan lembut. Dia tersenyum sambil mengepitkan pahanya. Gantian dia membersihkan kon tolku yang tetap ngacung dengan keras. Aku memelukku dan mulai menggeluti tubuhnya lagi. Bibirnya kukulum dengan nafsu, turun kebawah kujilati pentilnya.

Dia menggelinjang pelan, aku meneruskan permainan meraba bibir no noknya, menyentuh it ilnya dan kugesek pelan. Kedua pahanyau terbuka lagi dan untuk kedua kalinya no noknya basah. Aku gak bisa menguasai nafsuku lagi, dengan cepat berlutut diantara kedua pahanya dan mengatur posisi kon tolku tepat diatas lubang no noknya, merendahkan badannya dan bless....kon tolku langsung menerobos masuk no noknya. "Aaauuhhhh..!" dia melenguh panjang ketika aku menekan kuat dan mulai memainkan pantatku turun naik. Saat serangan kon tolku kian gencar, matanya seakan tinggal putihnya kadang mendelik kadang terpejam dengan desisan panjang pendek.

Kuangkat kaki kirinya kebahuku dan badannya kumiringkan dengan kaki kanan tetap lurus. no noknya seakan bertambah terbuka dengan posisi demikian. Dengan setengah berlutut, kumasukan kon tolku dalam-dalam keliang no noknya, dan kukocok keluar masuk dengan cepat.

Uuhh..uuhh..uuhh.." dia mendesis berulang-ulang menahan serangan kon tolku. Tangan kananku dengan gesit menggosok-gosok it ilnya sambil kon tolku tetap keluar masuk liang no noknya, membuat dia menjadi liar dan keblingsatan. Kedua bongkahan toket kuremas-remas dan kepalanya sebentar-sebentar diangkat dengan mulut kadang ternganga lebar kadang mendesis tertahan.

Puas mengocok dengan posisi demikian, aku mengganti lagi posisi kami. Dia ku suruh menelungkup dengan pantat sedikit nungging keatas dan paha sedikit mengangkang membuat bibir no noknya kelihatan merekah dan menantang. Dengan posisi jongkok kugosok-gosokkan kepala kon tolku mulai dari pantat sampai kebibir no noknya, tangannya bergerak cepat kebelakang memegang kon tolku dan menuntun ketengah no noknya, "Ayo om." Sambil memegang pantatnya, akumendorong masuk kon tolku masuk ke no noknya. Dengan pelan kepala kon tolku menerobos masuk. Begitu hampir setengah masuk, kusentakkannya agak kuat dan..."blessss’..hampir seluruh kon tolku tenggelam. "Haahh..!" dia menjerit tertahan dengan kepala terangkat. Aku mendiamkan sekian detik untuk merasakan denyutan no noknya mencengkeram kon tolku, baru kemudian kukocok maju mundur dengan pelan.

Sembari mengocok, tanganku merayap dari belakang menggapai toketnya dan mulai meremasnya. "Ooouuuhhh...oouuuhhh" dia mendesah berkali-kali ketika kon tolku mulai membabibuta keluar masuk liang no noknya. Punggungnya kadang melengkung kebawah kadang keatas dengan pantat bergoyang kiri kanan membuat aku keblingsatan dan makin kencang menggempur no noknya. Cairan no noknya makin banyak mengalir sampai-sampai turun membasahi biji pelerku. Dia merasakan kegelian dan kenikmatan yang amat sangat seakan menjalar keseluruh syaraf ditubuhnya. "Ssshhh..sssshhhh..!" dia mulai bergumam tak keruan mengiringi genjotanku yang tambah menggila. kon tolku terasa makin keras dan membesar, pertanda aku sudah mulai mencapai puncak kenikmatan. Dia pun demikian kondisinya, badannya bergetar hebat dan tangannya menggapai karuan kiri kanan mencengkeram bantal karpet.

"Huuuhhh...hhuuuhhhh..om..!" dia bagai kesurupan.
Aku mencabut kon tolku dengan tiba-tiba, bergerak duduk diatas karpet sambil bersandar dikaki sofa dengan kaki menjulur lurus kedepan setengah terbuka. Dia kusuruh duduk diatas pangkuanku dan ..blesss..no noknya menelan semua kon tolku dan tanpa diminta aku langsung menggenjot cepat.

Kami berpelukan rapat, mulut saling berpagutan penuh nafsu, saling mengulum sementara pantatnya bergerak histeris memburu puncak kenikmatan yang kian dekat. "Aauuhhh..auuuhhh..oom.....aaaahhhhhhh...!" dia sudah hampir dipuncak surga dunia dan sesaat kemudian aku mendorong badannya terlentang.

Sekali lagi, dengan sigap aku merubah posisi, tengkurap diatas tubuhnya dan menggenjotkan kon tolku sekuat-kuatnya ke no noknya. Bibir kami kembali saling mengulum sambil berpelukan. Kaki dan tangannya merangkul ketat badanku menahan hentakan-hentakan pantatku yang mendorong kon tolku keluar masuk no noknya. Detik demi detik kami rangkuh kenikmatan itu bersama-sama....sampai akhirnya, "aaahhhhhhhh....!" dia mengerang panjang mencapai puncak dengan kuku jari tangannya menancap kuat kepunggungku. "Aaauuuhhhh....Mey !" aku mendesah panjang, kutekan kuat-kuat berulangkali pantatkua dengan cepat dan pada hunjaman terakhir....blesss....pangkal kon tolku dan bibir no noknya seakan jadi satu..dan sesaat kemudian..creetttt..crreeetttt... pejuku berhamburan keras memenuhi no noknya. "Ooohh..ooohhhh..!" dia menerima terjanganku yang terakhir berbarengan semburan pejuku yang terasa hangat di no noknya. Sungguh nikmat rasanya. Aku lemes, demikian pula dia. Tenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 1 jam! Akhirnya kami tertidur kelelahan.


Diana Gadis Amoy Anak Juraganku

 

Meskipun seorang sarjana dari kampus negeri ternama di kota kelahiranku, tapi sulitnya mencari pekerjaan membuatku bekerja hanya menjadi supir pribadi di keluarga Gunawan seorang pengusaha keturunan di jakarta tepatnya di daerah pluit jakarta utara, Adit namaku, umurku 27 tahun, dan berasal dari Jogja. Aku sudah bekerja selama 2 tahun pada juraganku ini, dan aku sedang menabung untuk melanjutkan kuliah S2 siapa tau bisa tercapai, juraganku pun tahu kalo aku seorang sarjana bahkan juraganku juga kadang mengajak ngobrol ttg ekonomi selama di perjalanan. Wajahku sih kata orang ganteng, ditambah dengan tubuh proporsional, futsal, jogging yang sangat aku gemari.

Mungkin memang sudah normal bila seseorang tertarik dengan ras yang lain. Juraganku punya seorang anak tunggal, gadis berumur 19 tahun,dia masih kuliah di kampus yg berada di daerah grogol. Namanya diana. kadang aku mengantarnya ke kampus. Aku kadang hampir tidak tahan melihat tubuhnya yang seksi sekali. Tingginya kira-kira 172 cm (aku sendiri 179 cm), payudaranya besar dan kelihatannya kencang sekali. Ukurannya kira-kira 36C. Ditambah dengan penampilannya dengan rok mini dan baju kemejanya yang tipis, membuatku ingin sekali menyetubuhinya. Setiap kali mengantarnya ke sekolah, ia duduk di bangku depan di sampingku, dan kadang-kadang aku melirik melihat pahanya yang putih mulus dengan bulu-bulu halus atau pada belahan payudaranya yang terlihat dari balik seragam tipisnya itu.

Tapi aku selalu ingat, bahwa dia adalah anak juraganku. Bila aku macam-macam bisa dipecatnya aku nanti, dan angan-anganku untuk melanjutkan kuliah bisa berantakan. Siang itu seperti biasa aku jemput dia di sekolahnya. Mobil BMW biru metalik aku parkir di dekat kantin, dan seperti biasa aku menunggu Non-ku di parkiran kampusnya.
Tak lama dia muncul bersama teman-temannya.".
"Eh.., dit udah lama nunggu?", katanya sambil mengulurkan tasnya padaku.
"Barusan kok Non..", jawabku.
"Na.., ini toh supirmu yang kamu bicarain itu. Lumayan ganteng juga sih.., ha.., ha..", salah satu temannya berkomentar. Aku jadi rikuh dibuatnya.
"Hus..", sahut Non-ku sambil tersenyum. "Jadi malu dia nanti..".
Segera aku bukakan pintu mobil bagi Non-ku, dan temannya ternyata juga ikut dan duduk di kursi belakang.
"Kenalin nih dit, temanku", Non-ku berkata sambil tersenyum. Aku segera mengulurkan tangan dan berkenalan.
"Adit", kataku sambil merasakan tangan temannya yang lembut.
"Meilani", balasnya sambil menatap mataku.
"dit, antar kita dulu ke rumah Mei di tomang", instruksi Non diana sambil menyilangkan kakinya terlihat betisnya yang putih bersinar.
"Baik Non", jawabku. Tak terasa penisku sudah mengeras menyaksikan pemandangan itu. Ingin rasanya aku meraba betis itu, dan kemudian mengulum payudaranya yang padat berisi, kemudian menyetubuhinya sampai dia meronta-ronta.., ahh.dasar pikiranku yg lagi oleng...

Tak lama kitapun sampai di rumah Mei yang sepi. Rupanya orang tuanya sedangke luar kota, dan merekapun segera masuk ke dalam. Tak lama diana ke luar dan menyuruhku ikut masuk.
"Saya di luar saja Non".
"Masuk saja dit sambil minum dulu.., baru kita pulang".
Akupun mengikuti perintah diana dan masuk ke teras. Ternyata mereka berdua sedang menonton TV diruang keluarga.
“heh ayo masuk kedalem jangan diteras bengong aja!!buyar langsung lamunanku..
"Duduk di sini aja ", kata Mei menunjuk tempat duduk di sofa di sebelahnya.
"Ayo jangan ragu-ragu..", perintah diana melihat aku agak ragu.
"Mulai disetel aja Mei", diana kemudian mengambil tempat duduk di sebelahku.

Tak lama kemudian.., film pun dimulai.., Wowww.., ternyata film porno. Di layar tampak seorang pria negro sedang menyetubuhi dua perempuan bule secara bergantian. Napas diana di sampingku terdengar memberat, kemudian tangannya meremas tanganku. Akupun sudah tidak tahan lagi dengan segala macam cobaan ini. Aku meremas tangannya dan kemudian membelai pahanya. Tak berapa lama kemudian kamipun berciuman. Aku tarik rambutnya, dan kemudian dengan gemas aku cium bibirnya yang mungil itu.
"Hmm.. Eh", Suara itu yang terdengar dari mulutnya, dan tangankupun tak mau diam beralih meremas-remas payudaranya.
Kubuka kancing kemejanya satu persatu sehingga tampak bongkahan daging kenyal yang putih mulus punya diana. Aku singkap BH-nya ke bawah sehingga tampaklah putingnya yang merah muda dan kelihatan sudah menegang.

"Ayo.., hisap dit.., ahh". Tak perlu dikomando lagi, langsung aku jilat putingnya, sambil tanganku meremas-remas payudaranya yang sebelah kiri. Aku tidak memperhatikan apa yang dilakukan temannya di sebelah, karena aku sedang berkonsentrasi untuk memuaskan nafsu birahi diana. Setelah puas menikmati payudaranya, akupun berpindah posisi sehingga aku jongkok tepat di depan selangkangannya. Langsung aku singkap rok, dan aku jilat CD-nya yang berwarna pink. Tampak bulu vaginanya yang masih jarang menerawang di balik CD-nya itu.

"Ayo, jilatin memekku dittt", diana pun mendesah sambil mendorong kepalaku. Langsung aku sibak CD-nya yang berenda itu, dan kujilati kemaluannya.
"Ohh.., nikmat sekali..", erangan demi erangan terdengardari mulut Non-ku yang sedang aku kerjai. Benar-benar beruntung aku bisa menjilati kemaluan seorang gadis anak konglomerat. Tanganku tak henti mengelus, meremas payudaranya yang besar dan kenyal itu.

"Aduh, cepetan dong, yang keras.., aku mau keluar.., ehhmm ohh..". Tangan diana meremas rambutku sambil badannya menegang. Bersamaan dengan itu keluarlah cairan dari lubang vaginanya yang langsung aku jilat habis. Akupun berdiri dan membuka ritsluiting celanaku. Tapi sebelum sempat aku buka celanaku, diana telah ambil alih.
"Biar gw yang buka dit", katanya.
Tangannya yang mungil melepas kancing celana jeansku, dan membantuku membukanya. Kemudian tangannya meremas-remas penisku dari luar CD-ku. Dijilatinya CD-ku sambil tangannya meremas-remas pantatku. Akupun sudah tak tahan lagi, langsung aku buka CD-ku sehingga penisku yang berukuran 21 cm dan lebar 5 cm itu sudah tegak, bergelantung ke luar.

"Ih, besar sekali", desisnya, sambil tangannya mengelus-elus penisku. Tak lama kemudian dijilatinya buah pelirku terus menyusuri batang kemaluanku. Dijilatinya pula kepala penisku sebelum dimasukkannya ke dalam mulutnya. Aku remas rambutnya yang berbando itu, dan aku gerakkan pantatku maju mundur, sehingga aku seperti menyetubuhi mulut anak juraganku ini. Rasanya luar biasa.., bayangkan.., penisku yang berukuran 21 cm itu dan berwarna cokelat sedang dikulum oleh mulut seorang gadis manis. Pipinya yang putih tampak menggelembung terkena batang kemaluanku.
"Punyamu besar sekali dit.., gw suka.., ehmm..", katanya sambil kemudian kembali mengulum kemaluanku.

Setelah kurang lebih 10 menit diana menikmati penisku, dia suruh aku duduk di sofa. Kemudian dia menghampiriku sambil membuka seluruh pakaiannya sehingga dia tampak telanjang bulat. Dinaikinya pahaku, dan diarahkannya penisku ke liang vaginanya.
"Ayo.., fuck me dit..", katanya memberi instruksi, aku tahu dia ingin merasakan nikmatnya penisku yang besar itu. Diturunkannya pantatnya, dan peniskupun masuk perlahan ke dalam liang vaginanya.

Kemaluannya masih sempit sekali sehingga masih agak sulit bagi penisku untuk menembusnya. Tapi tak lama masuk juga separuh dari penisku ke dalam lubang kemaluan anak juraganku ini.
"Ahh.., yeah.., sekarang masukin deh penis loe yang besar itu di memekku", katanya sambil naik turun di atas pahaku. Tangannya meremas dadanya sendiri, dan kemudian disodorkannya putingnya untukku.
"Yah, begitu dong dit", Tak perlu aku tunggu lebih lama lagi langsung aku lahap payudaranya yang montok itu. Sementara itu diana masih terus naik turun sambil kadang-kadang memutar-mutar pantatnya, menikmati penis besar sopirnya ini.
"Sekarang setubuhi saya dalam posisi nungging..", instruksinya. Diapun turun dan menungging menghadap ke sofa.
"Ayo dit.., setubuhi saya dari belakang", seraya menjelaskan maksudnya padaku. Akupun segera berdiri di belakangnya, dan mengelus-elus pantatnya yang padat.terasa sekali liang senggama yang sangat becek seperti orang bilang kalau gadis keturunan umumnya becek..

Kemudian kuarahkan penisku ke lubang vaginanya, tetapi agak sulit masuknya saking licinnya meleset. Tiba-tiba tak kusangka ada tangan lembut yang mengelus penisku dan membantu memasukkannya ke liang vagina diana. Aku lihat ke samping, ternyata Meilani, yang membantuku menyetubuhi temannya. Dia tersenyum sambil mengelus-elus pantat dan pahaku.

Aku langsung menyetubuhi diana dari belakang. Kugerakkan pantatku maju mundur, sambil memegang pinggulnya.
"Ahh.., di.., dittt.., Terus.., nikmat sekali", mengerang nikmat. Tubuhnya tampak berayun-ayun, dan segera kuremas dari belakang. Kupilin-pilin puting susunya, dan erangan diana makin hebat.

Mei sekarang telah berdiri di sampingku dan tangannya sibuk menelusuri tubuhku. Ditariknya rambutku dan diciumnya bibirku dengan penuh nafsu. Lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku. Sambil berciuman dibukanya kancing baju seragamnya sehingga tampak buah dadanya yang tidak terlalu besar, tetapi tampak padat.
"Ohh.., terus dong dit yang cepat", diana mengerang makin hebat. Tak berapa lama terasa cairan hangat membasahi penisku.
"Non.., gw juga hampir keluar..", kataku yg sdh mulai lupa daratan kalo diana itu anak juraganku.
"Tahan sebentar dit.., jgn keluar di dlm..", kata diana.

"Ayo, goyang yang keras dit..", diana memberiku instruksi sambil menelentangkan tubuhnya di atas karpet ruang keluarga.
"Ayo penisnya taruh di sini dit", kata Non Mei lagi. Akupun segera menaruh berlutut di atas dada Non-ku dan menjepit penisku di antara dua bukit kembarnya. Segera aku maju mundurkan pantatku, sambil tanganku mengapitkan buah dadanya.
"Oh, nikmat sekali..".

Sementara Mei sibuk menjilati dada dan perutku yang basah karena keringat. Tak berapa lama kemudian, akupun tak tahan lagi. Secepat kilat dan refleks seperti di film bokep kuarahkan penisku ke dalam mulut diana, dan reaksi dianapun seperti tanpa jijik dikulumnya sambil meremas-remas buah pelirku.
"Ahh..,.., ahh", jeritku dan air manikupun menyembur ke dalam mulut mungil diana. Akupun tidur menggelepar kecapaian di atas karpet, sementara diana dan Mei sibuk mencari tisue dan segera berpakaian, akupun langsung kebelakan mencari kamar mandi pembantu sekedar mebasuh muka dan penisku yg belepotan.

Setelah itu mereka pun sibuk berpakaian, karena jam sudah menunjukkan pukul 19.00. kamipun pulang ke pluit agar tidak kemalaman. Di mobil dalam perjalanan pulang, diana memberiku uang Rp 500.000,-.
"Ambil dit, buat loe, Tapi janji jangan bilang siapa-siapa tentang yang tadi ya", katanya sambil tersenyum. Akupun mengangguk senang.
"Besok kita ulangi lagi ya dit.., soalnya Mei minta bagian".

Demikian kejadian ini terus berlanjut. setiap pulang kuliah, diana akan pura-pura belajar bersama temannya. Tetapi yang terjadi adalah dia menyuruhku untuk memuaskan nafsu birahinya dan juga teman-temannya, Meilani, Linda, Nini, dll.

Yang paling seru adalah ketika aku diajak berlibur oleh diana ke villa seorang sahabatnya di puncak sana. Di sana aku dikeroyok oleh 5 orang gadis mahasiswa keturunan sekaligus. Wawww... bisa dibayangkan betapa dahsyatnya fivesome itu... Mana kelimanya nggak pernah puas bercinta dengan hanya beberapa gaya saja. Untunglah aku rajin berolahraga. Kalau tidak aku akan cepat jebol dikeroyok gadis-gadis Tionghoa yang cantik, seksi, dan binal seperti mereka.

Tapi akupun senang karena selain mendapat penghasilan tambahan dari diana, akupun dapat menikmati tubuh gadis gadis kampus yang terkenal dengan keseksiannya.

Ana, Ibu Muda yang Hot


Ana, Ibu Muda yang Hot

Aku mengeluarkan notes ku dari saku. Dari dalam mobil van kulirik rumah customer terakhir yang harus kuperbaiki saluran pipa nya siang ini. Rumah bercat putih sederhana namun terlihat elegan. Di notes ku, tertulis nama customernya: Ana Vanisa. Kububuhkan tanda checklist di sebelah namanya, menandakan bahwa pekerjaan di rumahnya akan segera kuselesaikan.
“Oke.. Ana Vanisa.. Kamu pelanggan saya yang terakhir hari ini..” aku berkata pada diriku sendiri. Aku keluar dari van lalu berjalan menghampiri pintu. Kutekan bel yang ada di dekat sana.
TING.. TONG..
Tak sampai semenit pintu itu mengayun terbuka. Seorang wanita dewasa berambut hitam sebahu, dengan baju berpotongan dada yang rendah menyambutku dengan senyuman ramah. Wow! Payudaranya sangat besar, membusung seakan hendak meloncat keluar dari baju yang ketat dan sesak itu. Potongan dada yang rendah membuat sebagian besar belahannya terlihat jelas di depan mataku. Dan aku 100% yakin, wanita ini tidak mengenakan BH. Putingnya yang bulat kecil tercetak sangat jelas dari luar bajunya!
“Em.. Selamat siang bu.. Apa ini benar dengan bu Ana Vanisa yang tadi pagi menelpon jasa tukang ledeng?” tanyaku berbasa-basi, sekedar mencoba sopan pada pelanggan. Sesekali mataku tak dapat kutahan untuk melirik ke belahan payudara yang sangat menggoda itu.
“Iya mas.. Tapi gak saya sangka, mas datengnya cepet juga ya,” jawabnya sambil masih terus tersenyum padaku.
“Yah, hari ini gak terlalu banyak panggilan bu, jadi saya bisa cepet kesini,” jawabku.
“Wah, baguslah mas. Soalnya bak cuci piring di dapur saya kesumbat..” jelasnya. Aku mengangguk tanda paham. Tapi yang paling kupikirkan adalah, betapa beruntungnya suami wanita ini. Kehidupan seks nya pasti terpenuhi dengan sangat baik. Aku bisa merasakan nafsu liarku mulai menjalar, membayangkan jika ibu muda ini aku setubuhi.
“Tenang aja bu, sebentar juga saya beresin kok,” aku meyakinkannya. “Makasih banget lho mas. Masuk mas, ke arah sini dapurnya..” ucapnya sambil mengajakku masuk ke dapur.
“Nah, ini mas. Kalo ada apa-apa, atau butuh sesuatu, bilang aja ya mas,” katanya. Udah seksi, baik banget pula. Top banget deh ini orang, batinku. Aku ingin jawab, tolong emutin kontol saya, tapi gak jadi, nanti aku ditampar plus diusir, hilang sudah rejeki, hahaha.
“Makasih ya bu. Kasih saya senyum yang manis aja, hehe,” ujarku sedikit gombal iseng. Bu Ana tersenyum malu. “Cuma bersihin saluran pipa gini mah bentar kok, bu,” jelasku.
“Panggil Ana aja mas. Mas namanya siapa?” ia bertanya. Aku makin kikuk, wah, lumayan juga ini kalo bisa kesempatan minimal pegang-pegang, hehe.
“Saya Iwan, kamu baik juga ya orangnya, hehe,” pujiku sok akrab. “Makasih, Iwan. Sekarang aku masih harus beres-beres rumah, udah dulu ya,” pamitnya. Aku mengangguk sopan. “Nanti kalo udah beres, aku panggil,” jawabku.
Saat ia berlalu, akupun mulai jongkok, menunduk dan membongkar saluran pipa itu. Butuh satu jam untuk menyelesaikannya hingga pipa itu bersih dan bisa kembali lancar. Saat aku hendak bangkit berdiri, Ana suda membungkuk di atasku. Wow, kini kedua susunya menggantung indah di atas wajahku yang mendongak.
“Gimana, Wan?” tanyanya. Senyum manisnya tak ketinggalan.
“Udah beres, Na! Baru aja aku mau kasih tau,” kataku sambil masih terus mengagumi keindahan dua gunung kembar besar nya. Kutaksir ukuran 36B, mungkin malah lebih. “Wah.. keren. Tanganmu itu emang jago ya..” ia memujiku. “Iyalah, tapi tangan aku ini gak cuma jago nukang, Na, buat hal yang lain lebih jago,” kataku. Ia terlihat tertarik dengan ucapanku. “Jadi jago apa lagi?”
Aku mulai beraksi. Kutekan-tekan puting kanannya dari luar baju dengan jari telunjukku. Ia tidak melawan, malah mendesah. “Eemmmhhh… Mmmhhmmm.. Hhhmmm...” desahnya. Kupercepat gerakan jariku, kutekan-tekan lebih kuat putingnya. “Mmmhhh.. Emmmhhhh.. Wan.. Mmmmhhhmm..”
Kini telapak tanganku meraup payudara kanannya. Kuremas pelan dengan gemas, masih dari luar baju tentunya, aku belum berani terlalu jauh. Kuremas-remas terus, hingga dia merem melek. “Emmmhhh.. Aaahhhhh.. Sssssshhhh.. Mmmmhhhh..” Kupercepat remasanku pada susunya. Ia tampak sangat menikmatinya. Bahkan tanganku tidak cukup besar untuk meraup keseluruhan susu kanannya.
Lalu aku berlutut. Kuturunkan sedikit bajunya, kukeluarkan susu kirinya yang menggemaskan dan super besar itu. Aku mengelusnya lembut, dan kucium puting kirinya itu. Kujilat memutar hingga tubuhnya bergetar. “Eeemmmhhh.. Ahhhhh.. Aaahhh.. Aaahhh.. Terus Wan… Ohhhhh..” Kuhisap-hisap payudaranya. Ia semakin menjadi-jadi. Tapi tiba-tiba..
“Ohh.. Wan.. tolong, udahan ya..” katanya membuatku kecewa. Tapi aku tidak mau menyerah. Tanggung, kontolku mulai keras di bawah sana. “Kenapa Na, apa yang salah? Bukannya kamu suka?” aku bertanya, mengingat tadi ia mendesah sebegitu nikmatnya. “Nggak.. Maksud aku, iya, aku suka, tapi aku kan udah menikah Wan..” ia berkata dengan nada suara pelan. Aku terus membujuknya. “Nah, terus kenapa? Kita sama-sama sudah dewasa, Na.” Ia menjawab dengan kecewa. “Nggak, mending kita stop.. Suami aku bentar lagi pasti pulang..” Dengan pasrah, akhirnya aku mengangguk lemas. Aku membereskan peralatanku, lalu bersiap pulang, sementara ia langsung keluar dari dapur.
Aku beranjak keluar, dan disanalah Ana, sedang mengangkat kain jemuran di halaman belakang dekat dapur. Rambutnya yang digerai menggairahkan, pantatnya yang bulat dan montok, juga payudaranya yang besar sempurna dan menantang.. Ana benar-benar membuatku gila. Aku tak bisa menahan nafsuku sendiri lebih lama lagi. Aku berjalan pelan mendekatinya, dan langsung kuraup kedua susu besarnya dari belakang. Kutarik bajunya dan kukeluarkan kedua gunung kembar itu. Kuremas-remas dengan kuat.
“Aku bener-bener kepingin sama kamu Na.. nafsu ku gak ketahan!” aku berbisik penuh nafsu di telinganya. Ia mendesah. “Oohhh.. Wan.. Aku sendiri gak bisa berhenti nahan nafsuku sama kamu.. Aku suka tangan kamu ngerjain susu aku ini.. Aaahhhh.. Pingin dientot kamu Wan.. Ohhhhh..” ucapan liarnya membuatku makin tegang. “Suamimu gimana dong Na?” tanyaku agak kuatir. “Biarin aja, lagian dia gak pernah bisa bikin aku puas..” ia berujar diiringi desahan lembut. Aku meremas payudaranya makin semangat. “Kasian ya kamu Na.. Aku pasti bakal bikin kamu orgasme berkali kali!” aku berseru.
Aku pegang kedua putingnya, masih dari belakang, sambil memeluknya. Kutarik-tarik kedua puting imut itu, terasa sudah keras. Kutarik ke atas juga kebawah, hingga kedua daging kenyalnya itu ikut naik turun. “Heemmmmmmmhhh.. Aaahhhhh… Sssshhhh..” desahnya nikmat.
Lalu kutekan kedua putingnya dengan jari tengahku. Kutusuk-tusuk ke arah dalam, sambil kuciumi tengkuknya yang ditutupi helai-helai rambutnya. “Nnnggghh… Aaahhhhh… Aaaauuhhhh…” desahannya membuatku makin terangsang dan bersemangat.
Sekarang aku pijat-pijat lembut payudara indah itu. Kupijat dari atas ke bawah dengan kedua tanganku, sungguh aku benar-benar tak menyangka bisa bermain-main dengan susu seranum ini! Ana terus mendesah tertahan, aku pun bisa merasakan batang keperkasaanku makin sesak dibawah sana. Aku raup payudara Ana, kuremas-remas dengan kuat ke tengah, kujilati juga tengkuknya hingga ia merasa geli-geli nikmat. “Ooohhhhh.. Ooohhh.. Mmmmhh.. Aaahhh.. Nnngghhh..” Kupegang bagian bawah susunya, sekarang aku remas sambil kudorong-dorong ke atas. Ia terus meracau. “Aaaahhh.. Aaannngghhhh.. Ooooohhh.. Tangan kamu jago banget Wan.. Aaaakkkhhhh..”
Kemudian aku memperlambat tanganku hingga benar-benar berhenti. Ia terlihat kecewa. “Enak banget tadi itu Wan.. Kamu bener-bener jago.. Coba aja kalo kita bisa gitu terus, gak usah berhenti..” katanya. Aku tersenyum samar. “Kita baru mulai kok Na.. Masa kamu gak ngerasain ini yang bawah udah keras banget..” kataku sambil terkikik.
“Ooohhh yeah... tapi jangan disini Wan.. Kadang tetangga suka ngeliat ke jendela..” ia berkata sambil melirik ke jendela sekilas. “Kalo gitu ke kamar kamu aja Na,” ajakku. Ia mengangguk dan menunjukkan arahnya.
Kami memasuki kamar Ana dengan terburu-buru diburu nafsu. Ana dengan sigap melepaskan celana jeans dan celana dalamku hingga kontolku yang sudah sberdiri tegak mengacung ke hadapan wajahnya. Ia memekik tertahan. Ana langsung mendekati kontol kebanggaanku itu.
Dijilatnya kepala kontolku yang berwarna pink tua itu. Lidahnya menari-nari di area lubang kencingku. Terasa hangat dan lembut lidah Ana di kepala kontolku. “Ssslluuurrppp.. sssllluuupppp sssllluurrrpppphh.. ssllluurppp..” tanganku menahan kepala Ana, tak ingin ia menjauhkan lidahnya dari kontolku.
Ana pun mulai menurunkan jilatannya. Kini lidahnya bermain menjilati batang keperkasaanku itu. Ia jilati semua bagiannya tanpa terlewat. Benar-benar hebat! Setelah tadi aku memainkan susunya, kini ia menjilati penisku dengan ahli. Aku setengah mati menahan agar tidak muncrat. Lidahnya saja sudah terasa surga.
Mulutnya naik lagi ke atas. Ia mulai memasukkan kepala burungku ke mulut manisnya itu. Diemut, dihisap-hisapnya dengan pelan dan mesra. Aku tak kuasa menahan kenikmatan. “Ooohhh.. oohhh.. hisap terus Na..”
Mulutnya makin dalam menelan batang kontolku. Hampir masuk semua dan dihisapnya dengan rakus. Terus menerus dimaju mundurkan di dalam mulutnya yang begitu panas. Seksi rasanya melihatnya begitu haus akan kontolku. “Hmmmmm… hhhmmmppphhh.. mmmppphhh.. ssssllluurrrpppprr… ssslllppphhhh..” Kontolku dikeluarkan dari mulutnya. Aku menggendongnya ke kasur, kutindih dan kuselipkan kontolku di antara kedua payudaranya. Payudara terindah yang pernah kulihat seumur hidup! Kutarik kedua pentilnya dengan jari-jariku. Perlahan, kugerakkan maju mundur diantara susunya. “Oooohhh yeahhh.. ooooohhhh… aaaahhhhh.. aaaahhhhhh…” Kutarik dorong lagi penisku. Nikmat sekali dijepit teteknya yang ranum ini. Sekarang sambil memaju mundurkan penisku, aku plintir plintir putingnya dengan gemas. Putingnya sudah makin memerah karena terus kukerjai habis habisan. “Oooohhh.. oooouuuuhhh…. iiiyyyaaaahhh gituuu Wann… aaaauuuhhhhh…” Aku remas dank u tekan tekan susunya, kontolku sesekali mengenai dagunya, nikmatnya benar-benar susah kudeskripsikan. Kemudian, setelah kurasa bosan, aku lepaskan kontolku dari jepitan teteknya. Aku menariknya dan berputar, hingga kini ia berada duduk di atasku. Kupeluk punggungnya hingga ia merunduk rendah. Aku menjilat puting kirinya, kugigit-gigit kecil dan puting kanannya kutarik dengan kanan. Ia tersenyum sambil mengerang. “Hhhmmmmm.. ooouuhhhh yaaaahhhh… iyyaaaahhh.. ooouuuhhhh terussss sayangg ohhhhh ohhhhhh… aaaahhhhh… mmmhhhhh…nnnngggghhh..” Ana menggerakkan pantatnya, kini ia menggesek-gesek bibir kemaluannya dengan kontolku. Ana duduk dan memasukkan kontolku ke memeknya perlahan. “Oooohhh.. Seretnya memek kamu Na.. Aaaaauuuhhh..” erangku kenikmatan. Ia menekan lagi memeknya, kontolku mulai masuk semua ditelan memeknya yang legit, sempit, dan sangat basah itu. Tanganku meraih kedua teteknya, kuremas-remas sambil menggoyangkan pantatku agar kontolku masik ditelan oleh memek legit Ana. Ana menaik-turunkan badannya agak cepat. Kuelus-elus paha mulusnya dan kuremas pantat semok putih miliknya. Ana terus menahan erangannya, ia makin mempercepat tempo tindihannya pada burungku. “Ooouuuhhh.. Aaahhhh… Eeemmmmmhhhh…. Aaaakkkkhhhh… Aaaaauuuuhhhh… Oooouuuhhh yyeeeaaahhhh.. Enak banget kontol kamu Wann… Oooooohhhhhh…” Aku tak tahan, aku akan keluar sedikit lagi! Aku memeluknya dan memutar badannya, aku cabut kontolku, kini ia telentang pasrah di hadapanku sambil tersenyum bergairah. “Nikmatin peju ku Ana..” ucapku. Aku mengarahkan kontolku ke memeknya yang benar-benar basah itu. Semprotan pertama, berhasil membuat memeknya berlumuran spermaku. Semprotan kedua kuarahkan ke dua susu montoknya. “Aaaahhh..” ia mendesah, mungkin sensasi terkena semprotan spermaku terlihat seksi baginya. Semprotan ketiga kutembakkan ke wajahnya. Tanpa ragu ia mencolek spermaku dan menjilatinya. Ia tampak begitu menikmatinya. Benar-benar puas menikmati tubuh seorang ibu muda yang sangat hot.
 

Most Reading

Sidebar One